Beberapa orang bertanya apa rencanaku di akhir pekan. Aku menjawab bahwa aku berencana untuk tinggal di dalam kamar yang dingin, meminum root beer atau teh kotak dingin, memakan makanan favoritku,membaca buku, menonton film dan tentu saja terhubung dengan media sosial dan online lainnya. Beberapa berkata itu tidak sehat karena menurut mereka aku harus terhubung dengan dunia luar. Beberapa mencibir dan berkata kegiatan mereka jauh lebih menarik dari yang kupunya. While, aku sendiri tidak peduli dengan apa yang orang lakukan di akhir pekan mereka.
Pertama. Aku sudah terhubung dengan dunia luar secara langsung sejak permulaan pekan yaitu Senin,pada pukul 7 pagi hingga 6 petang. Dan waktu itu terulang hingga hari akhir pekan itu yakni Jumat. Kita hitung ya. Sebelas jam dikali lima, artinya lima puluh lima jam aku berinteraksi dengan dunia luar. Itu belum termasuk jika aku punya kegiatan diluar jam tersebut. Lalu aku punya dua hari libur, Sabtu dan Minggu. Keduanya memuat empat puluh delapan jam yang bebas-tidak-bebas untuk aku gunakan sesukaku, karena aku hidup sendiri di Jakarta. Tetapi punya kewajiban untuk tetap terhubung secara sosial dengan siapapun yang seharusnya kukenal pada hari itu, misal jika ada reuni atau resepsi pernikahan.
Kedua. Jakarta tidak terlalu banyak menyimpan area hijau atau area air yang terbuka seperti di Jogja atau kota-kota lain. Di Jakarta, aku harus menjumpai mall atau semacam pasaraya sesaat aku melongokkan badan keluar area kosku. Dan aku tidak terlalu menyukai mall. Semua orang memiliki janji temu sosial di akhir pekan di mall. Dan selalu di mall. Dan jikalau tidak di mall, pasti disebuah tempat yang bernama kafe. Misal tidak dalam kafe pun, ada area terbuka yang sudah dikuasai franchise asing semacam 711. Kita hitung ya. Untuk secangkir kopi atau coklat katakanlah Rp.20.000 dan belum termasuk PPn 10%. Kamu tidak mungkin hanya memesan kopi karena gigi juga ingin mencecap sesuatu. Dan tidak ada bakwan atau pisang goreng, atau tahu isi di tempat seperti itu. Jadi, minimal kita harus memesan kentang goreng. Satu paketnya seharga Rp.15.000,-. Dan yang kamu dapatkan adalah kopi secangkir dan beberapa batang kentang berkandungan monosodium glutamat. Empat puluh ribu melayang. Kemudian orang akan mengajak kita menonton film. Dan harga tiket saat ini sekitar Rp.45.000,-. Jadi dalam semalam, kamu minimal menghabiskan Rp.100.000,-. Itu belum termasuk makan malam dan transportasi. Aku suka membuat janji temu di kafe terbuka, tapi tidak dengan harga fantastis hanya untuk sekedar gaya hidup tiap akhir pekan.
Ketiga. Aku adalah kolektor buku dan film. Obsesiku adalah membuat tulisan review tentang keduanya. Dan saat aku memutuskan menggunakan waktuku untuk melakukan ketiga hal tadi, tidak ada UU satupun yang bisa melarang.
Keempat. Kamarku sudah cukup sejuk, dan selain melakukan kegiatan pada poin no.3, aku juga suka mengunyah. Dan bobotku tidak pernah beranjak naik dengan postur badan yang stabil.
Kelima. Sosial media memungkinkanku berinteraksi dengan teman-temanku. Dan aku bisa membuat janji temu paling efektif dengan mereka. Bertemu dengan teman-teman yang sama-sama tidak menyukai mall, aku bisa membuat janji temu di sebuah pohon beringin di sebelah mall besar di Jakarta.
Keenam. Hampir semua orang berlomba memposting posisi mereka saat akhir pekan tiba. Ada yang sedang di mall anu, di kafe ini, menyantap itu. Aku senang membacanya. Artinya warga usia muda di Jakarta adalah orang-orang dengan kekuatan ekonomi tinggi yang bahagia. Apalagi yang negara butuhkan saat ibukotanya berisi kaum migran yang kaya raya? Hore. Jangan, jangan, jangan sekali-sekali kemudian melongok ke tepian jembatan dimana anak-anak kecil sedang menjadi pengemis. Itu akan merusak suasana bahagia kami
Ketujuh. Jika pegunungan atau pantai bisa ditempuh dalam waktu tak terlalu jauh, aku akan pergi mengunjunginya. Sama seperti aku pergi ke Kebun Binatang Ragunan atau Kebun Binatang Surabaya sendirian. Sayangnya hanya ada Ancol disini yang penampakannya terlalu artifisial.
Tujuh poin ini adalah kegiatan anti mainstream. Tidak sulit bertahan sebagai anti mainstream, hanya saja beberapa orang memang perlahan akan menjauhimu karena kamu lebih sering menolak untuk selalu diajak menjadi konsumtif disaat akhir pekan dengan mengkonsumsi hal-hal yang sangat Amerika. But who care's? Kalau kita membiasakan diri mengikuti arus utama cara kaum muda Jakarta menghabiskan akhir pekan,cetak artikel ini dan kita lihat dalam sepuluh tahun kedepan ya. Mungkin saat ini kita akan diberi stempel kuno, sepuluh tahun kedepan, siapa yang akan menjadi kuno sebelum waktunya?
But who care's? Hehehe
Lakukanlah kegiatan mainstream sesekali, tapi tidak tiap hari. :) Be wise.
HAPPY WEEKEND ALL!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar