"Nak,kamu tunggu disini ya.Nanti om belikan kola kalau kamu tetap disini sampai om kembali."
"Iya om, aku tunggu di mobil ya"
"Iya anak pintar,om masuk dulu ya"
Rumah mewah tapi gelap itu sontak ramai dan benderang. Pagar kelam yang membungkusnya kini terbuka lebar. Para pengurus rumah tangga dikumpulkan di halaman. Polisi tenang menarik garis polisi. Pagar berubah jadi kepungan pita kuning. Kapten Harmowo memeriksa jenazah pembunuhan sadis Insinyur Bram. Anak perempuannya, Nina, berusia 10 tahun tentu kini jadi yatim piatu. Sang kapten langsung mencurigai adik Tuan Insinyur, Hermes,yang jelas harta kekayaannya jauh dibawah si kakak. Meski Hermes berada di Singapura,bukan berarti ia punya alibi untuk tak membunuh sang kakak lalu menguasai hartanya. Demikian tekad Kapten Harmowo geram.
"Ah anak pintar masih disini. Nanti kita beli kola di ujung jalan ya. Kalau kamu ngantuk,tidur dulu,om akan bangunkan nanti". Harmowo memandangi mata bulat cerdas sang nona kecil ini. Hatinya mencelos membayangkan kesendirian anak manis ini di masa depan.
"Ayah sudah bahagia ya kan om?", tanya Nina lugu pada Harmowo
"Oh iya nak, ayahmu bahagia disana. Kamu harus berdoa untuk ayah ya nak"
"Iya om, aku membantu ayah bahagia."
"Maksudmu nak?"
"Iya,ayah selalu bicara kalau ia merindukan mama"
"Tentu nak,semua ayah akan merindukan ibu dari anak-anaknya"
"Aku membantu ayah untuk tak sedih lagi"
"Kamu anak baik"
"Aku membantu ayah untuk bertemu ibu di surga om...aku sudah lega sekarang"
Gelap makin melarut, Harmowo menatap kosong gadis kecil didepannya.
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar