Jambi September 17
Pukul 3 sore disini tetapi matahari tak mau merendah. Ia tetap garang seakan hanya berjarak meter diatas kepala. Jalanan Merlung seperti meranggas, sinar matahari jatuh menimpa wajah aspal,menjadikannya sedikit berkerlip. Debu berserakan berebut ruang dengan oksigen. Mataku menatap jalanan menganga didepan sana. Di Merlung, di sebuah desa yang alamnya tak ramah pada pendatang baru dari rimba beton. Air berkilau suram,tanda limbah entah apa telah bercampur. Udara pengap diisi asap kebakaran hutan yang meraja. Bintang tak pernah tampak meski langit terkelam pernah ada. Tertutup kabut perbuatan manusia. Entah apa yang bisa kuharapkan dari keberadaanku disini. Selain memandangi menyadari bahwa Tuhan tak hanya menciptakan pulau indah eksotis berwarna pastel yang segar dan lembut. Tapi Tuhan juga menciptakan alam yang sedemikian keras hanya untuk dihinggapi manusia. Tanaman sawit yang ganas dan menyiapkan duri, jalanan yang berkelok memahat bukit,lahan yang gersang dan seakan tanpa dewi sri. Oh Tuhan, alam apa yang Engkau ciptakan ini. Aku menyerah berada disini. Diantara lahan sawit dan air kotor. Dalam debu dan asap. Dinaungi matahari yang kalap. Tuhan,aku kelelahan berada disini. Bolehkan aku melambaikan kain putih?
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar