Selasa, 27 Agustus 2013

Mimpi (2)

Entah bagaimana saya tidak punya mimpi atau memang saya sudah kehilangan mimpi. Mmmmm, patetis yah.
Saya bingung membedakannya. Mimpi itu personal. Dan mimpi paling awal dari masa kecil adalah saya ingin jadi insinyur telekomunikasi seperti Om Budi. Sempat lupa dengan mimpi terawal dari fase hidup saya karena Om Budi meninggal. Om Budi adalah orang yang pertama kali di tahun 1993 memperkenalkan istilah internet pada saya. Beliau juga memperkenalkan istilah ITB , tempat kuliah bung Karno. Juga Informatika. Om Budi memperkenalkan itu semua kepada seorang anak yang masih duduk di bangku kelas 2 SD, yang tinggal di Yogyakarta, tidak tersentuh teknologi tinggi, dan hidup di lingkungan yang sederhana, sesederhana keluarga guru SD bergaji kecil. Beliau juga memperkenalkan tas ransel merk Alpina yang sangat saya banggakan karena pada jaman itu,masih sedikit orang yang memakai tas ransel,apalagi wanita. Sejak itu,saya ingat, saya ingin menjadi seperti Om Budi. Bekerja sebagai insinyur internet,saya sebut begitu. Om Budi bekerja di Indosat, dan pada tahun keduanya, perusahaan muda itu mengirimkan Om ke Amerika untuk membeli perangkat microwave. Om Budi yang lulusan ITB itu adalah sosok paling cerdas dalam versi saya. Yang kedua adalah bapak saya, karena saya tidak tertarik menjadi guru.

You know what. Ada mimpi yang terus dikejar. Ada mimpi yang terus diulang tanpa sadar didalam hati. Dan ternyata, apa yang menjadi mimpi tanpa ambisi itu akan didukung oleh semesta. Konsep ini saya pahami beberapa tahun lalu.

Saat saya lulus kuliah dan belum wisuda, saya menghabiskan satu hari di dekat landasan pesawat. Mengatakan dengan tanpa ambisi,bahwa saya ingin bepergian terus memakai pesawat,berkeliling Indonesia,dan gratis. Saya juga ingin bekerja disebuah operator telekomunikasi yang memungkinkan saya menjadi insinyur internet. Saya ingin membuat desain di sebuah operator telekomunikasi,memungkinkan saya berkeliling dunia dengan gratis,menuliskannya,dan menjadi anak yang membahagiakan orang tua saya.

Hehehe,lucunya,saya saat itu bahkan tidak tahu apa yang harus dilakukan demi keinginan tadi. Maka saya menghapusnya. Tidak pernah mengingat lagi karena tahu ucapan saya di tepi landasan pesawat itu mungkin ditelan angin.

Eh ternyata tidak. Ada kalimat yang jika diucapkan tanpa beban meski itu adalah harapan, bisa berbuah kenyataan,walau butuh waktu. Saya ingat betul saya ucapkan keinginan saya diatas tadi tanpa gebu yang biasa mengiringi orang-orang yang bermimpi. Tanpa ambisi. Tidak tahu tangga yang harus dilalui.

Ternyata kalimat tadi didengar Tuhan, diserap alam.

Perlahan pintu bagi saya menjadi insinyur terbuka. Buat sebagian besar teman saya,adalah hal yang tidak mungkin menjadi insinyur di bidang telekomunikasi. Lalu kesempatan untuk berkeliling gratis ke Indonesia juga dijalan yang sama. Dan melalui jalan yang sedikit menanjak,saya juga memasuki posisi yang saya inginkan.

Maka,mimpi itu personal. Mimpi itu bukan tentang kehebatan seseorang. Ia adalah pencapaian personal. Buat saya, "wah hebat dia bisa menjadi ini itu". Ya karena dia punya mimpi. Dan sang pemimpi tidak boleh berkata "Ini lho aku, hebat ya bisa memenuhi mimpi". Ya karena mimpi itu personal. Tidak ada persaingan dalam hal ini. Saya yang bermimpi, dan bagaimana pencapaiannya,adalah berbeda dengan mimpi orang lain dan bagaimana mereka mencapainya.

Mimpi yang terwujud mungkin adalah mimpi yang kita ucap tanpa harap dan melepaskannya begitu saja ke udara. Kita tidak pernah tahu,mana mimpi yang dipeluk Tuhan dan dirawat semesta sampai waktu tiba.

Milikilah mimpi, setiap detik.

:)

Tidur yuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar