Selasa, 27 Agustus 2013

Mimpi (3)

Saya juga sebentar lagi,jika Allah mengijinkan, saya akan melangsungkan pernikahan. Proses saya bertemu Taufiq,calon suami saya juga terbilang rumit bagi saya. Harus mengalami proses patah hati yang menyakitkan sebelum akhirnya bertemu dia. Lagi-lagi,saya mengucap sesuatu kepada angin,kali ini pada angin pantai Losari disebuah senja,tanpa ambisi. Saya berbisik,tolong jangan biarkan dia pergi. Adalah saat saya dijadwalkan harus pergi dari Makassar esok hari dan ia masih tinggal di Makassar. Kami bekerja untuk perusahaan yang berbeda. Dan kemungkinan tidak bertemu lagi adalah jauh lebih besar daripada kemungkinan sebaliknya.

Sama seperti di landasan,saya dengan tanpa ambisi berbisik,tolong jangan biarkan dia pergi.

Padahal saat itu saya bukan siapa-siapa baginya. Saya baru bertemu meski kami sering berkomunikasi via chat online sebelumnya. Dia bukan tipe pria idaman saya yang tidak merokok,tidak berambut panjang dan bukan insinyur. Tapi entah bagaimana,saya memohon tanpa harap agar ia tidak pergi dari saya.

Lagi-lagi,apa yang kita ucap tanpa ambisi itulah yang akan dipeluk Tuhan. Ambisi mungkin adalah penghalang dari terkabulnya harapan. Saya mempelajari itu.

Kini pria yang saya mohon jangan pergi pada Tuhan itu dalam dua bulan kedepan akan mengucapkan akad didepan orang tua saya,untuk menikahi saya,menjadikan saya tulang rusuknya,dan kami akan berada dalam satu bahtera yang sama.

Mimpi itu adalah bisikan tanpa ambisi. Tuhan mencintai jiwa tanpa ambisi namun berharap.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar