Minggu, 29 Juli 2012

Doa Pelacur

Mungkin aku kini tahu apa rasanya menjadi pelacur. Penjaja raga. Saat raganya bergerak menggelinjang kesana kemari, mungkin jiwanya sedang melayang tak bersedia menyaksikan. Kemungkinan besar jiwanya yang percaya mereka sedang ditemani malaikat, terlalu malu menyaksikan raganya yang tengah liar.

Mungkin jiwanya justru sedang bersimpuh menangis memohon pengampunan sang penguasa Semesta, pemilik Rahim, penggenggam Rahman. Jiwanya melayang diantara titik titik bintang dan binar sayap malaikat, mengangkasa menuju sang Kasih.

Tak satupun jiwa yang menginginkan perpisahan dengan raga, dalam cara seliar itu. Jiwa yang tak selaras lagi dengan kelakuan raga, ibarat sebagai pelacur.

Jiwa itu menangis, memohon pertaubatan. Memohon kasih sayang. Memohon agar ia tak ditinggalkan sendiri di semesta. Itu mengapa bayi menangis saat memasuki dunia. Selubung kasih sayangnya hilang , digantikan atmosfer dunia yang memungkinkannya menjadi pelacur.

Andai ia tahu. Ia tak ditinggalkan begitu saja. Ia ditemani malaikat yang tak bisa ia raba tapi seharusnya bisa ia rasa. Malaikat yang tersenyum. Dengan binar sayapnya yang tak terbayangkan.

Ia tak sendiri, sebenarnya. Karena bagaimanapun, ia sedang ada didalam Sang Rahim.

Ia bisa melangitkan doanya. Yang ia berlutut lalu menengadahkan tangan memohon. Tidak memohon kemudahan. Ia menengadahkan tangan untuk menerima kekuatan, untuk tidak menyerah. Termasuk ketika ia sedang melacurkan dirinya.

Sabtu, 28 Juli 2012

Matter for Me

This is matter to me. Why should I do something that crossing my heart?
Aku ternyata tidak pernah menyesal dengan yang telah kuputuskan sebulan lalu. Aku juga tidak pernah menyesal memutuskan yang kulakukan hari ini. Aku tidak sedang menyesal. Setiap pilihan mengandung resiko. Setiap resiko adalah masalah. Setiap masalah adalah kesulitan. Dan setiap kesulitan, sedang dihimpit dua kemudahan.
Suatu hari Jumat medio 2010, aku sedang duduk di ruang kerja kantor regional Makassar. Kami baru saja mendapatkan pelatihan Manajemen Proyek dari seorang ibu trainer PM. Aku bergumam kepada rekanku.. "Thanks God Its Friday. Besok hari tidur dan senangsenang". Untuk diketahui,sehari sebelumnya aku baru saja menyelesaikan tugasku di sebuah kota yang jaraknya 6 jam dari Makassar, setelah berminggu-minggu aku disana.
Tiba-tiba, ibu trainer tadi melotot kearahku sembari berkata "Jadi kamu tidak menyukai pekerjaanmu".
Otakku sedang mencerna saat ia melanjutkan kalimatnya "Kalau kau mencintai apa yang kamu lakukan, seharusnya tidak pernah ada bedanya hari Sabtu atau Senin. Seperti kau ingin bertemu pacarmu setiap saat."
JLEB. Kami dalam ruangan itu diam. Dan membenarkan. Dan aku juga menyadari kalimatnya.
Dan kalimat ibu trainer tadi, masih menggantung di udara kamarku hari ini. Saat aku menyadari, sebulan terakhir ini, betapa aku amat merindukan Sabtu dan Minggu, seakan hari lain adalah musuh.

Dan ini yang akan kulakukan.
What is matter to me, I will do it however difficult.
Apa yang penting buatku kulakukan. Keluar.

Senin, 23 Juli 2012

Call from Home

I should say thank to God
To give me some numbers
That I called home

I have to say thank to God
To spell "fine" to them
To the numbers I called home

Recently.
I don't wanna spell that word
For the numbers I called home

Once at night
I didn't answer those numbers
Just to say that word to
The numbers I called home

Am tired to spell the word

Am lying to say the word

Am not that word when I spell the word

To the numbers I called home

A call from home
A missed call from home

Once at night
I whispered to myself

Am not fine.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Mendoan Story

Senja ini berbuka puasa tanpa mendoan. Padahal itu adalah menu wajibku buat tiap Ramadhan. Tiap Ramadhan aku selalu sangat mengusahakan memakan jenis makanan yang diklaim penggiat diet sebagai makanan berminyak jahat ini. Aku peduli pada kesehatanku,tapi yakin kalau mendoan tidak akan membunuhku. Kecuali ia bertabur pestisida.
Sore ini pulang terlalu terlambat untuk ikut antrian beli mendoan depan komplek. Tahun kemarin aku menghabiskan separuh Ramadhan pertamaku dengan mengkonsumsi sayap ayam McDonald dan atau mie yang kemungkinan besar berkaldu babi, karena aku sedang (piknik) di Shenzhen,daratan Tiongkok. Aku nyaris tidak berminat berbuka demi mengingat tiap sore aku harus memakan puding mangga (yang enak dan mahal) dan lagi,sayap ayam. Dan kentang yang super asin. Bleehh bleeeh...

Mendoan adalah makanan yang kumakan sejak aku berumur 5 tahunan. Aku menggigitnya bersama cabe rawit yang menurut banyak orang,terlalu banyak dikonsumsi oleh anak sekecil itu. Mungkin itulah kenapa aku jarang merasakan kepuasan pada rasa pedas saat usiaku dewasa kini.

Well,malem ini,dari grup bbm teman-teman jurnalis,aku mendapat informasi bahwa akan ada pemogokan massal petani kedelai. Karena pemerintah tak mampu mengelola harga. Petani jatuh. Dan kedelai bukan lagi komoditas yang bisa dibanggakan seperti saat pak Harto berkuasa.

Tau apa yang kurasakan? Aku jauh lebih sedih daripada saat aku berbuka puasa sendirian di negeri orang.

I mean it. Kedelai? Si soya yang unyu itu,hendak telungkup saat dunia mencoba mengangkatnya demi perbaikan gizi umat manusia? Disini,di negaranya sendiri,ia jatuh?

Come on. Petani komoditas itu seharusnya kaya raya. Tidak perlu terus memakan tempe karena mereka juga harus memakan daging.

Kurasa jatuhnya banyak hal dinegeri tempat kekayaan dunia dilahirkan adalah karena pendidikan industrialis pencipta tenaga kerja yang kami kunyah sejak generasi kami lahir.

Jauh harus dilihat mengapa pemogokan petani komoditas harus terjadi. Mengapa para sepuh itu harus berhenti mengerjakan apa yang telah mereka lakukan sejak lahir. Mengapa tidak ada pemuda disana. Mengapa mereka orang pinggiran. Mengapa anak mereka sedang bekerja di perusahaan asing dan memakan sayap ayam berbumbu amerika. Mengapa ini menjadi headline konsumsi pewarta berita. Mengapa mereka dibunuh ditanah mereka tumbuh.

Saat petani dibunuh di negeri sendiri,saat anak-anak industrialis generasi pekerja sedang mabuk di ruangan berpendingin, negara yang dahulu menanam otak industri yang mendidik pekerja itu,saat ini sedang mengembangkan komoditas dunia. Sebentar lagi kita adalah para pekerja yang menikmati hasil impor komoditas dari negara asing.Mendoan,adalah makanan yang kemungkinan akan sekapal impor dengan bumbu ayam kolonel sanders itu.

Is it what you want? Is it what you mean? Your armani,your channel,your lous vitton,your starbuck, your chicken wings,your pizza is a big bullshit.

Where is your head,hey lowpayment workers?

Pak Petani kedelai,mogoklah jika itu yang kau perlukan.

Me,stay in the journey to meet my Mendoan. Local Mendoan.


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 21 Juli 2012

Talking To The Moon

 




At night when the stars
light up my room
I sit by myself

Talking to the Moon


 What life is? 
Semesta yang berisi trilyunan entitas, yang masing-masing
berbenang untuk terhubung pada sebuah pengait, yang memastikan
semesta berotasi dan berevolusi sehingga kehangatan gerakannya menjaga kehidupan entitas itu?

Aku menjadi semacam titik kecil yang jika komet Halley memperhatikanku,
aku sedang bergerak acak,meski benang terhubung ke pengait yang sama dengan milik Halley.

Bagaimana jika entitas tadi diberi jiwa untuk bisa merasakan gerakan benang dan pengait?
Untuk ia bisa merasakan kemana ia sedang digerakkan dan bagaimana benangnya bergerak. Lalu
dari gerakan benangnya, ia bertemu entitas lain. Sang pengait memungkinkannya untuk merasakan
si benang dan entitasnya berinteraksi dengan yang lain.

Bagaimana jika jiwa tadi juga punya sebuah hati yang digunakan sebagai penghubung langsung antara
pengait dan dirinya. Hati, sebuah perwakilan pengait untuk tiap entitas,kemudian memberitahu
jiwa kemana benang sedang bergerak dan bagaimana pergerakannya, agat tak bertumbukan dengan entitas
atau terlilit benang lain di semesta.

Bagaimana jika jiwa juga diberi perwakilan pengait selain hati, yaitu akal?
Seharusnya akal dan hati bergerak seirama untuk menentukan pergerakan benang. Seharusnya tidak
pernah ada tumbukan antar entitas atau lilitan benang dalam semesta jika keduanya beriringan sejalan.

Dan itulah yang sang pengait maksudkan, jiwa memiliki kewenangan untuk menyelaraskan hati dan akal.
Jika mereka tak punya kewenangan tadi, maka jiwa tak ada bedanya dengan boneka yang sang pengait mainkan.
Boneka yang tak bernyawa. Dan nyaris tak ada manfaatnya hingga semesta tercipta.

Dan jika saat ini, aku sebagai titik mungil entitas, sedang mencoba menyelaraskan hati
dan akalku, kurasa ini adalah bagian tersulit menjadi jiwa.

Keduanya nyaris bertubrukan bahkan dalam mangkok jiwaku. Bagaimana mungkin benangku akan
berjalan baik sesuai rotasi sang pengait. Bagaimana mungkin entitasku tidak berbenturan dengan yang
lain di semesta ketika benangku juga terlilit entah berapa benang yang lain yang sedang berjalan.

Mungkin ini yang dikatakan sang pengait sebagai kekacauan jiwa. Bukan sakit jiwa.
Tiap jiwa yang sedang kacau juga punya wewenang yang sama kuatnya untuk membereskan apa yang
telah ia kerjakan.

Masa lalu adalah mangkuk raksasa, yang tiap entitas punya mangkuk mereka masing-masing.
Dan mangkuk itu juga punya irisan dengan mangkuk entitas lain. Mereka saling mempengaruhi.
Mangkukku mungkin beririsan dengan ribuan mangkuk jiwa lain dalam luas yang berbeda-beda.
Keluargaku mungkin adalah pemilik irisan terbesar dari mangkuk masa lalukku.
Teman-temanku adalah pemilik irisan terbesar kedua setelahnya. Dan mangkuk tadi merebusku
untuk melemparku menjadi saat ini. Benang yang aku miliki di masa lalu, tidak pernah benar-benar
terputus. Ia hanya bertambah panjang. Sesuai dengan yang sudah kulewati.

Benturan dalam entitasku sendiri sudah berlangsung amat lama. Dan bisa jadi waktu yang dibutuhkan
untuk mengatur kembali irama hati dan akalku juga sepadan.
Aku tahu aku harus melerai keduanya. Entah mana yang harus aku dahulukan. Bisa jadi aku dahulukan
hatiku dan mengabaikan akalku. Dimana kemungkinan ini, seperti aku berbicara dengan bulan.
Aku nyaman dan entitasku hancur, meski jiwaku tidak. Ketika aku memilih sebaliknya, bisa jadi entitasku
hidup subur, namun jiwaku mati.

Pilihan. Entitas berjiwa juga punya wewenang untuk memilih. Wewenang yang hanya boleh diambil
dalam satu syarat, jika hati dan akal selaras. JIka tidak, kemungkinan besar kenekatan
mengambil pilihan berakhir bunuh diri.

Bagaimana menyelaraskan pemberian sang pengait ini sehingga aku tahu kemana benangku akan
dan bagaimana digerakkan. Bagaimana membuat kedua pemberian tadi beriringan.

Bagaimana agar akhirnya aku bisa menemukan pilihan,  memilihnya, dan tetap terjaga entitas berjiwaku.

Tuhanku, sang pengait, aku memohon kekuatanMu.

Kamis, 19 Juli 2012

Birokrasi Manusia Berseragam

Ceritanya, sama yang punya skenario,aku lagi didudukin di belakang meja yang ada laptop raksasanya. Yang isinya data raksasa. Yang aku harus paham apa aja itu maksudnya. Istilahnya ketua kali ye. Males nyebut team leader. Cih.

Pas wawancara kerja kemaren,ga ada tuh jobdescnya begini. Tapi ya karena udah kelanjur masuk,ya coba dulu lah.

Seharian tadi ngubekin Dinas Bla Bla Bla Dirjen Kereta Kencana. Aeaeae,malas banget sebenernya yah masuk kantor-kantor birokrasi gitu. Bukan apa-apa sih,ya males aja. Kata seseorang , udah mau Ramadhan jadi hati harus bersih. Makanya biar bersih ga usah masuk ke kantor birokrat lah. Apa maksudnya? Gak ada. Asbun aja.

Trus yah,aku tadi mau menindaklanjuti surat permohonan ijin penggalian kabel optik dibawah rel selebar 2 meter maksimal. Itu surat udah disubmit temen tanggal 3 Juli. Surat tadi adalah revisi dari surat tanggal 25 Juni. Yak,jelas ya sampe paragraf ini? Males ngulang aku kalo situ ga paham.

Lalu,datanglah aku ke lantai 2 Gdung Menara Karya kalo tak salah. Ketemu aku dengan si bapak yang dulu diserahin surat. Aku nanya dimana surat itu berada. Jawabannya....ia membuka buku tulis yang biasa dipake ibu-ibu ke arisan PKK. Itu yang ijo,sampul tebel. Dan ia melacak nomer surat dari situ. Tertanggal 3 Juli. Surat itu sudah ada di Dinas Prasarana,gedungnya ada di seberang. Lalulah aku kesana dengan membawa coretan tangan si bapak. Sesampainya di lantai11 gedung sebelah,mereka hanya menerima surat tertanggal 25 Juni. Yang 3 Juli teh kumaha kang? Kaga ade neng,kata si mas berseragam yang ganteng. Aku mengedarkan mata ke seluruh ruangan itu. Komputer desktop cuma ada beberapa,sisanya tumpukan kertas dan buku. Dan beberapa mata memandangi kami. Dan sebagian ngemil. Aku merasa iba ada disini.

Sesudah ngobrol pendek sama si mas berseragam tadi,kami dilempar kembali pada si bapak di gedung karya. Sembari kaget dengan ekspresi "ah masa ga ada sih",si bapak berkata sambil minta maaf bahwa :
....
....
....
....
SURATNYA HILANG

Duniaku runtuh. Bagaimana mungkin mereka menghilangkan apa yang menjadi tanggung jawab mereka? Itu surat penting. Jauh lebih penting daripada surat kehilangan STNK. Aku meracau mengumpulkan kalimat serapah dalam kepalaku.

Aku memegang tanda bukti penyerahan surat,dan ia menghilangkan surat itu. Ia hanya meminta maaf. Dan menyuruh kami membuat ulang. Menggampangkan proses pembuatan surat tadi yang nyatanya emang lebih susah daripada ujian praktek logika fuzzy.

Saya tertawa. Untung saya belum pernah bekerja disana di usia saya yang sudah terlalu matang untuk mengurus sebuah surat penting.

Saat saya bersyukur bahwa saya punya kesempatan banyak belajar.

Saya dikabari oleh bos saya,bahwa saya mestinya mengajak makan siang pak bla bla,memberinya beberapa hadiah,dan diakhirnya nanti,beberapa puluh juta kita hibahkan.

Cis,kau kan pegawe negara. Kau urus negara. Gimana mungkin kau jual itu tanah negara pake makan siang ciis?

Lucu cis,lucu.

Pelawak kau cis.

Bilanglah terus terang kau butuh berapa. Buat apa. Kapan mau dibayar. Cash. Giro. Cek. Transfer.

I consider this job. Titik.


Oh btw,saya kasian betul sama salah satu cis yang bilang "Beginilah budayanya,luwes aja lah biar bisa hidup"

Cis....keracunan kau.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 18 Juli 2012

Pilihan

Kita mungkin dibentuk oleh kombinasi pilihan yang kita ambil. Tetapi nyatanya,pilihan yang kita ambil lebih banyak tersangkut atas pilihan yang orang lain ciptakan. Misalnya kita memilih bertahan disebuah pekerjaan karena teman-teman disana ramah. Sadarkah bahwa teman-teman tadi memang memilih untuk ramah? Dan mereka memilih ramah karena dihadapkan pada pilihan,jika jutek maka bos akan marah pada mereka. See? Jadi pilihan kita bisa jadi adalah turunan pilihan dari lingkungan. Misal kita memilih pergi dari tempat kerja saat ini,maka pilihan tadi mungkin akan dipertimbangkan dengan melihat apakah ada tempat baru yang memilih kita atau kita bertahan untuk tidak bekerja sampai ada yang memilih kita. Dan bagaimana jika kita memilih tidak bekerja,apakah keluarga tetap punya pilihan untuk makan,atau tidak.

Kita tidak pernah sendiri saat memilih. Kemungkinan besar,pilihan kita sedang terhubung dengan banyak benang di semesta,yang mempengaruhi rotasinya.


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Mengucap Harap

Jangan terlalu tinggi menaruh harapan. Kadang tanpa kau sadari, harapanmu bisa membunuh orang lain. Saat kau berkata sebuah kalimat titik "Aku harap kau bahagia". Kemungkinan pertama,yang mendengar harapan itu memang sedang berbahagia. Kemungkinan kedua,bagaimana jika tidak? Dan kemudian ia mendengar harapmu,lalu berusaha keras untuk memenuhinya,sementara ia pada kenyataannya memang tidak sesuai dengan pengharapanmu. Tidakkah itu membunuh?
Maka berhati-hatilah memberi harap pada orang lain. Jangan engkau memaksakan dirimu berharap atas kehidupannya. Alih-alih memberi harap dalam sebuah kalimat bertanda titik, lebih baik kau memberinya sebuah kalimat tanya. Yang memberi tahu ia bahwa kau memperhatikannya. Bahwa kau tidak sedang memaksakan harapanmu. Bahwa kau mendengar. Bahwa kau memang hanya ingin mendengar. Bahwa tidak ada guru seperti di kelas matematika.

Berhati-hatilah dalam mengucap harapan.

Have a nice Thursday.

Selamat puasa yah
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 07 Juli 2012

Think Outside the Box


I am not Alice

I am not Alice.
I am not living in the Wonderland
I am living in the ReaLand

With Excel form, not the flower bucket
With Laptop, not the picnic table
With barren roads not the fruit troops

In a house not in a home
In a sweater not in the blanket
Under an umbrella not a shelter

I am not Alice
So I am not lying to myself
That I am still a human
Enjoy to lick the sweetness of life
And admitting the badness

If I was Alice,
I prefer the land that is not lying to me

I am not Alice
I prefer to stay
in the land God prepared for me


Jumat, 06 Juli 2012

Kantor VS Lapangan

Bulan Juli baru lahir, baru lucu-lucunya dan gue barusan sukses jadi orang kantoran beneran. Apa sih maksudnya? Ya gue sekarang punya meja kerja sendiri, punya kursi sendiri, punya segala alat tulis kantor yang ga dimiliki sama pekerja lapangan that I used to be. Seminggu ini gue coba beradaptasi dengan situasi pekerjaan baru. Hasilnya adalah, gue selalu sampai kos (yang dingin itu) pada pukul 7 malem, lalu gue makan malem,dan nonton TV sampai jam tidur sekitar pukul 10.30. Dan gue ternyata bangun dengan terseok-seok pada pukul 6.30 pagi, dan terburu-buru buat ke kantor pada jam 8.15 pagi. Gue ga akan ngeluh disini. Gue cuma akan membandingkan dengan kehidupan ala engineer gue waktu seminggu yang lalu (yess, gue resmi keluar sebagai engineer pas seminggu lalu). Begini, sebagai engineer, gue akan tidur sengantuk gue,bangun sebangun gue. Pergi ke site dengan mobil atau adanya apa, lalu mulai berinteraksi dengan perangkat yang tinggi gede yang dinamakan rak dwdm itu. Sejak dari situ gue ga akan peduli dengan hal interaksi sosial. Pekerjaan gue beres, gue makan siang, dan jalan entah kemana. Lalu gue akan pulang dan tidur. Somehow, pas jadi engineer, gue bisa bangun pagi dan sempet jogging. Entah kenapa sejak bekerja di kantor, tengkuk gue sering nyeri padahal ga ngerjain apa-apa, dan gue mendadak punya kebiasaan tidur cepet bangun lambat, dengan badan terasa remuk redam padahal tidur cukup. Ada yang salah ga sih? Ga tau sih yah, gue akan coba adaptasi dulu dengan situasi ini. Mungkin karena gue kelamaan kerja di lapangan dan jarang kesangkut di kursi apalagi meja. Gue akui, sejak masuk di tempat baru ini, gue udah belajar amat banyak dan itu rasanya ga ada habisnya. Kebetulan gue ga keberatan buat belajar apapun yah, sama kayak waktu jadi engineer dulu. Tapi entah kenapa kualitas badan gue jadi lebih buruk daripada saat gue dihajar kerjaan di lapangan. Waktu Cut Over tiap malam atau integrasi tiap hari, atau uji terima tiap waktu di kota-kota yang berbeda.

God runs His plan. Yang satu minggu berlangsung ini juga karena rencana Dia. Kalau ini berhasil, gue akan tau akan jadi apa gue didepan. Kalau ini ga berlangsung baik, ya berarti ada rencana lain yang harus gue lakukan.

Deuh, retak-retak gini badan gue. Apa obatnya yah? Eits jangan nasehati gue untuk minum vitamin. FYA, gue udah mengkonsumsi banyak vitamin dan banyak makan sejak masuk di kantor ini.


Kamis, 05 Juli 2012

Days for China (2)

Well lets go to the China Mainland, Shenzhen!! Actualy when we were going to a stranger land with the unknown language and we went ALONE, we felt that we were really really a citizen of the world. Not important to mention your country cause it won't make you alive. Trust me. Hahaha

So after landed in Hongkong huge airport, I went to Shenzhen. The driver that picked me up said that he couldnt speak english. So lucky me, I brought my Mandarin dictionary. The distance from Hongkong to Shenzhen is only about 2 hours via Hongkong highway.

my room at Mapple Leaf Hotel

Facilities at hotel. The Green Tea bags and Black Tea Bags.So Chinese

Mapple Leaf Hotel

View from my room

No motorcycle, this is electric bycycle.

Nanyang Street in the evening

The Chinese "Alfamart" ^_^

Mariam, Oleg, iLma, Waako Ivan

Days for China (1)

Still writing from my nu office hahaha. For about one year ago, I went to Shenzhen China due to my DWDM training. Oh well, am not the expert. Am just choosen by my nice boss to join this training. Well, the training was held on my Ramadhan month. And at that time, China midland has their summer season. And sale season also hahaha. So, randomly between the hell and heaven rite?

So then, I went to Hongkong first. Almost loosing my passport in the Hongkong airport. And then picked up by somebody Chinese (of course) , he took me into Mapple Leaf hotel in Shenzhen. For a thank you gift, I gave him a Milo Choco Bar with Indonesia stamp outside, hahaha.


The highway in China, seems like what we have rite?

No, we dont have this one. Apartment for people!

This place was forbidden to be catched actually

The lovely McD in China.Trust me,McD in China is soo great taste


The Past Team (Makassar 20120)

Am sitting down in the corner of my nu office. My mind is flying away to the past. In the middle of 2010 and at that time I was drowning with the HCPT project works, in the cold BSC room, in Makassar.
Hey where are those guys now? Yohanis Rantelino, stays in ZTE South Sulawesi,as a member of Telkomsel Project. Nanang, hmmmmm, am curious he is now in ZTE NOC for HCPT together with Eko as his boss. And Adrian, the one that left ZTE for Huawei. Hahaha..

Oh God, how I miss them so much.


Minggu, 01 Juli 2012

Juli di Tempat Baru

Ahaha, guess what? Aku mengetik ini dari kantor baru. Di daerah Jl.Ratna,Jatibening. Hahaha. Sejak pukul 8 aku sudah duduk disini, kantornya masih sepi. Lalu seorang staf datang dan menyatakan bahwa pak direktur yang hendak menemui aku, biasa datang sekira pukul 10 atau 11. Ohkey, lalu aku duduk di meja panjang berlatar belakang white board, yang kemungkinan besar biasa dipakai untuk meeting,dan disebelah bawahnya terhampar karpet golf. Dan seorang mas-mas menyuguhi aku secangkir teh manis hangat. WOW. Seberapa banyak kantor baru yang kau masuki dan mereka menyuguhimu teh? Luar biasa yah.
Lalu ada seorang bapak yang sedang mengudap gorengan dan sedang sibuk dengan facebook-nya. Ia berdebat dengan seorang bapak yang lain, soal Nokia buatan Cina. Wait, nama negara yang tak asing yah. Hahaha.
Hmmm,sudah dulu yah. Belum berkenalan dengan staf lain. Semoga smuanya berjalan normal.