Jumat, 30 November 2012

Letter to Peter Pan

(Almost December 01 2012)

Hey there. Hows life? I wrote this letter for Peter Pan, the only one that refuse to grow up. Now I know why he didnt wanna grow old. Peter, life is getting harder most of this time since we called ourselves "a grown person". Surely, I am still the same person with someone 5 years ago. Caught in a hot hat. Some time I saw the brighter door and in the other side I saw a black hole. I didnt get what inside was, but then bravely I entered both of them. You know what Peter, I've got conversely. What I thought it would be brighter as the door, suddenly it became a black hole, vice versa.
Hmmm, no I regret nothing. Today when I look back into my past, I said "Unbelievable, I can pass most of my hard times and being alive until today". So actually Peter, there is nothing to worry about being grow up. It just a matter of time. Once you grow, forever you up. So Peter, dare yourself to be a grown man. Just like me. I know nothing about grow, but I've tried. I've tried everyday, so far so good.

Sincerely,

iLma


Minggu, 25 November 2012

Jakarta, Massive Villages

Jakarta is not a city, it is a massive collection of villages, with streaks of sky scrapers and busy thoroughfares slicing through them. Seen from above, Jakarta is a billion little red roofed houses crammed together with tiny little lanes running in and amongst them. Here and there are the massive malls, apartment blocks and business districts that keep the city humming. The rich and the poor rub shoulders and share the same spaces; businessmen step from BMWs and buy fried bananas from street vendors while motorcycle taxi drivers zip off with stock brokers on the back.


Beuh, gila banget definisi Jakarta menurut Wall Street tempat kursus bahasa Inggris di Jakarta itu. Pantesan juga si Justin Bibir kasih istilah random buat negara ini, ya karena si Bibir kebetulan cuma liat Jakarta yang emang tampak random, mau dibela pake bambu runcing juga. Kayaknya buat WS ini, Jakarta itu bener-bener kota yang membiarkan begitu saja pertumbuhan berat badannya yah. Semacam wanita atau pria baya yang tidak lagi peduli kadar kolesterol dan gulanya, membiarkan rambutnya tumbuh seperti semak-semak dan meski punya gelar sarjana, ia tak ingin memperhatikan berat badannya. Kaya gitu ga sih Jakarta?

Massive villages,itu Jakarta, tapi semua orang memang seakan mencari makan disana. Apapun dikerjakan, mulai dari pemulung sampai pembunuh. Siapapun yang bisa survive di Jakarta konon bisa survive di kota manapun di dunia, kecuali Mumbai India. Yaaa Mumbai...entah gimana sinisnya Wall Street kalau disuruh mendefinisikan Mumbai.

Tapi sejelek-jeleknya orang asing mendefinisikan Jakarta, ibukota negara ini tetap yang hmmmm..harus diakui, menjadi tempat untuk mencari rejekiku.

Tidak ada pemerataan pekerjaan di negara ini membuat tumpuan satu-satunya ya di Jakarta. Kalau memang berhasil disana, andai pulang ke desa pun pasti membawa sesuatu untuk membangun desanya, andai penghuni Jakarta mau pulang ke desa. Tapi kalau sukses di desa belum tentu di Jakarta bisa mujur.

Demikian. Udah dulu ya, si pacar telfon..



Magnet Diantara Miliaran Manusia

 Bukankah bertemu jodoh itu satu-satunya ritual yang dilakukan seluruh umat manusia yang paling manusiawi ya. Selain itu, ritual ini juga unik. Karena secara tidak disadari, ritual ini mewajibkan kedua pihak untuk saling mencari, diantara miliaran umat manusia di dunia. Bayangkan, radar apa yang sedang bekerja saat kedua insan mencari. Kecuali ritual yang dilakukan Nabi Adam dan Siti Hawa ya, karena saat itu cuma mereka berdua manusia yang ada dibumi.
Aku penasaran radar apa yang dipakai oleh kita untuk saling bisa menemukan jodoh masing-masing dan terjadilah kemudian sebuah perkawinan. Kurasa ini jenis radar yang sama. Mungkin setiap manusia terlahir dengan sebuah magnet yang unik dalam dirinya sementara satu manusia lainnya lagi menjadi magnet pasangannya. Sehingga tarik menarik akan selalu terjadi meski kekuatannya tergantung pada usaha sepasang manusia tadi. Misal kita memang dilahirkan dengan sebuah magnet, lalu kebetulan kita berada dalam satu lingkungan dengan manusia lain yang dilahirkan dengan sebuah magnet yang menjadi pasangan kita. Nah, tarik menarik menjadi lebih mudah terjadi karena secara fisik, sepasang manusia tadi akan sering melakukan kontak dalam jarak dekat. Jika masing-masing mengusahakan magnet mereka untuk menyatu, maka akan terjadilah pernikahan. Apa jadinya jika ternyata orang yang memegang magnet dari pasangan magnet kita tidak dikenal, atau berada di kejauhan yang entah dimana? Jika benar teori jodoh adalah dengan teori magnet, maka dengan usaha amat keras maka magnet pasangan kita akan ditemukan, entah kapan, entah dimana, dan entah bagaimana caranya. Magnet yang ada diantara miliaran manusia. Cuma satu magnet yang akan menjadi pasangan bagi magnet kita. Jangan menyerah untuk mempertemukan magnet, karena itulah ritual purba sekaligus termanusiawi yang masih tersisa di bumi yang menua.

PS : I Love You, My Magnet :)

Sabtu, 24 November 2012

Diramal Supir Taksi

Seumur hidupku belum pernah aku diramal dan memang belum pernah menanggapi ramalan dengan fokus, yah karena buat aku, ramalan tidak bisa dijelaskan dengan pikiran. Masa depan, tidak satu manusia pun bisa membacanya. Malam ini lain. Seharian ini aku tidak pergi ke kantor subkon seperti biasanya. Aku memberontak pada diriku yang mewajibkanku datang kesana. Bagi aku yang pemberontak, kedatanganku tidak akan banyak membantu dan memang tidak ada pekerjaan disana. Jadilah aku mengarahkan taksi ke area Dukuh Pakis Bukit Mas tempat dimana teman-teman lamaku dari vendor sebelumnya bermukim. Selepas magrib, aku pulang. Sebelumnya, aku berbelanja lumayan berat (baca : air mineral, pisang,susu) di carefour. Mumpung ketemu swalayan. Keluar dari carefour dukuh pakis, aku menghentikan sebuah taksi cipaganti. Begitu masuk dalam taksi, sang supir yang berusia paruh baya itu menanyai rute tercepat rumah kosku di Kertanegara Indah.

Dan dimulailah sesi ramalan yang dilakukan oleh sang supir baya itu. "Mbak, jodohnya ada di pekerjaan ini"..aku menoleh dan bertanya "maksudnya pak?"..
"Iya, mbak sudah jodohnya bekerja begini"
"Maksudnya?", masih tidak mengerti
"Memang pekerjaannya begini mbak, nanti kalau sudah menikah, bakal di jakarta terus kok"
"Hah?"
"Ga usah bingung, udah lama ya kan kenalnya sama yang disana?"
"Hah?"
"Itu lho pacarnya"
"Oh udah setahun pak"
"Jodoh itu nanti"
"Amin pak"
"Nanti abis 3 bulan disini, gajinya naik, kerjaannya berubah tapi ya masih ngerjain yang sama"
"Amin pak"
"Sampeyan ini orangnya ga tegaan, kalau ada orang tua ngomong iya iya aja, ga mau bantah"
"...*garuk-garuk* "
"Juga kalau ada orang nelongso, ya ga tegaan,pokoke ya gitulah"
"Pokoke dibantu sama puasa senin kamis kalau mau rejekinya makin lancar, bos sampeyan itu suka sama sampeyan lho"
"..oooh amin pak"
"gak tiap orang mau "
"iya sih pak"
"jangan pake baju warna merah, itu warna sial sampeyan"
"ga punya saya pak baju merah, trus warna apalagi ga boleh dipake pak?" => mulai ketarik
"sampeyan jumlhanya ada berapa?"
"ya saya sendiri"
"ya kalau satu orang ya cuma satu warna, ga lebih, warna sial sampeyan merah itu"
"oke pak"
"pacar sampeyan namanya siapa?"
"Taufiq pak"
"Taufiq itu orangnya pinter, nilainya bagus-bagus, orangnya kreatif"
"ooh iya .."
"Kalian jodoh itu"
"amin"
"Pokoknya kalau sama yang kemaren sampeyan banyak dibohongin, sampeyan harus jadi sama taufiq ini. Kalau sampe bubar sama dia, sampeyan sengsara. Taufiqnya juga sengsara kalau ga jadi sama sampeyan. Kalau sudah nikah, sudah pasti tinggalnya di Jakarta semua, jangan khawatirin sekarang, kan masih lajang, ya masih diputer-puterin"
"Sholatnya jangan sampe bolong , kalau bisa puasa. Hidup sampeyan itu nanti pas sudah nikah, cukup. Pengen apa ada, tapi bukan kaya bukan miskin. Sederhana saja tapi cukup. Gak ngoyo cari uang, taunya ada"
"Amiin Ya pak...makasih ya nasehatnya" => sambil turun dari taksi.

Dan senyum sendiri sambil masuk kamar sampai menulis ini.

Ramalannya menyenangkan hehehehe...


Jumat, 23 November 2012

Letter for My Love

Dear Cinta,

Ada banyak malam dimana kita berpikir sendiri-sendiri, betul-betul sendiri karena jarak yang memang nyata. Ada banyak malam dimana kita tak pernah sendiri karena meski jarak memang nyata, ia juga menyublim menjadi udara yang terbiasa kita hirup. Ada juga banyak malam dimana cuma ada kamu dan aku, bukan kita. Aku tahu kamu sedang mengkhawatirkan apa yang menjadi masa depan kita nanti. Aku tahu kamu tahu kita sama-sama berdarah untuk mengupayakan apapun demi kata kita. Tahukah kamu bahwa aku menantimu sebesar kamu menantiku, aku mengupayakanmu sebesar kamu berusaha bagiku, aku bersujud memohon kemurahanNya untuk menyatukan kita, dan memohonNya menjadi saksi atas persatuan kita.

Aku tidak tahu kapankah waktu itu akan tiba, saat kita menyebut kata Mei. Aku juga tidak tahu apakah Mei itu kelak akan tercipta untuk kita. Aku hanya meyakini bahwa kita sedang melangkah meski tak pernah tahu hasilnya seberapa besarpun upayaku untuk ingin tahu.

Kamu tahu, aku berdoa bagimu jauh disana,saat kamu sendirian dan aku juga menyesap rasa yang sama, menyimpan ragu yang tak berani kita saling ucapkan karena air mata akan menetes seperti sekarang, apakah kelak kita akan saling berpelukan pada sebuah malam yang meski kelam, akan terlihat setitik bintang yang muncul karena kita bersama. Aku berdoa demi apapun bahwa aku hanya ingin bersamamu, ada atau tidak adanya bintang, meski langit dan hujan terlalu kejam bagi payung yang sedang kita kembangkan.

Kamu tahu, aku menahan isak untuk tidak terus menerus bermohon saat melihat bulan penuh sempurna bahwa aku ingin bersamamu. Bahwa aku tak peduli apakah engkau dan aku tak memiliki sekeping uang logam pun untuk kita saling meminang.

Kamu tahukah, aku tidak pernah peduli meski terdengar peduli, bahwa aku hanya menginginkan rasa legamu untuk menghadapi apa yang terburuk dari semua usaha yang telah coba kita tulis.

Cinta, kamu tahukah, aku menyayangimu sembari mencoba menutupi hatiku yang kosong karena kamu perlahan memudar tiap malam ketika bunyi klik terdengar disana saat kau menutup teleponmu.

Tahukan kau sayang, aku tak peduli pada masa depan ketika disana tak ada kamu.

Ada banyak kata yang tak bisa lahir karena mataku terlalu kelam oleh air mataku yang tak ingin berhenti.

Aku hanya mampu mengakhiri surat ini dengan ikrar bahwa aku mencintaimu disetiap celah bumi yang mencoba menelan kita.

Sayang kamu,

iLma

Kamis, 22 November 2012

(#4) Resign, The Life Style : The Subkon

Being subkon. Lo tau ga, orang-orang dari perusahaan-perusahaan multinas yang gede-gede itu pada akhirnya resign trus masuk subkon. Perlente banget ya subkon itu. Trus subkon gue sekarang kepintarannya ada diatas operator. Lo tau kenapa, karena yang punya ni kantor ialah (sejak kapan " ialah " masih dipake) dedengkotnya operator telko yang warna koneng itu loh. Trus si istrinya juga keluaran vendor asing. Klop lah mereka resign trus jadi kayak sekarang. Subkon ini, salah satu dari sangat sedikit subkon yang ga bisa diinjak-injak gitu aja sama vendor. Ada juga dia yang nginjak-injak vendor kali *pengalaman*. Trus ga bisa dibantah. Satu-satunya syarat mempekerjakan subkon dia adalah dia ga boleh dibantah. Ga banget ya? Iya kalau lo masih bermental operator kelas kakap yang suka nunjuk hidung orang sampe bikin mata juling. Kenyataannya, subkon jaman sekarang ga kayak subkon 4 tahun kemaren *ketauan gue orang lama*, kalau subkon dulu tuh kelakuannya bener-bener jadi dasar kenapa operator bisa semena-mena, nd gimana mereka jadi punya alasan buat nindas secara fisik dan mental para subkon. Itulah kenapa sekarang banyak orang dari kantor-kantor gede yang mutusin buat resign nd bikin usaha mereka sendiri. Kemungkinan pertama sih kalo gue denger, karena mereka ga tahan tekanan lingkungan, termasuk dari atasan jangkrik mereka, trus mereka udah bosen gitu-gitu aja, dan ada juga karena banyak pemecatan sama resign. Pokoknya kalo ga resign, dianggap ga laku dipasaran. Nah lakukan dia di subkon. Jadilah dia membentuk subkon dengan mental vendor atau paling parah, mental operator. Jadilah mereka semua subkon yang tidak dapat ditindas lagi oleh customer. Subkon itu bekerja untuk siapa sih, kenapa jadi mereka yang nyolot, ya ga? Nah loh..lingkaran setan lagi nih kayak gini. Gue rasa sih karena efek monopoli perusahaan kipas itu ya, makanya jadi amburadul begini. 

Gue sih posisinya geje yahm subkon kaga, operator kaga, vendor engga...hahahhaha

Trus pas gue komplain tentang vendor sama operator jangkrik itu, dimarahin dong gue sama bos gue. Dia bilang kalau kita ini pelayan si operator nd si vendor itu, termasuk doi luluh sama kantor subkon yang gue tempatin sekarang. Gue jadi bertanya-tanya, efek darimana ini ada semacam vendor yang segan kemana-mana. Makanya gue pengen resign, biar laporan harian gue yang dipegang malaikat jelas, gue ini kerja jadi apa. 



(#3) Resign,The Life Style : Kubangan Ta* Kebo

Semalem jam 11, gue diceritain temen gue yang kerja di Huawei. Kata dia, serikat pekerja tuh kantor Cina bakal ngadain mogok massal se-Indonesia demi biar Outsourcing dihilangkan. Sekarang yang gue tahu, semua orang kalau kerja tampak perlente, cuma ada kemungkinan doi OS atau pegawai kontrak, atau kalau permanen juga kapan aja bisa ditendang. Termasuk di kantor kipas merah itu. Trus kalau pas jaman gue tengah tahun kemaren lagi ada musim resign, sekarang musim dipecat tuh. Tragis lah pokoknya. Gue pikir resign atau dipecat itu sama aja, itu soal pemilihan kata aja. Toh hasil akhirnya sama, dia akan bekerja di perusahaan lain yang ga kalah jangkriknya, atau dia bakal berdiri menantang dunia dengan gerobak kebab kayak senior gue di Bandung sana. Kodrat sih, toh semua orang juga punya pilihan untuk itu. Dia memilih buat resign, atau dia memilih untuk dipecat.

Trus ya kalau resign or dipecat, artinya udah dikejar waktu buat nemu penggantinya, biar bayaran kos tetep lunas nd bisa makan. Itulah jebakan amit-amitnya hidup di negeri ini. Karena secara otomatis, orang akan memilih perusahaan atau pintu kemunginan yang tercepat menghasilkan uang. Trus karena dituntut kecepatan dan sulitnya menjaga kecepatan dalam ketepatan itulah, banyak orang akhirnya masuk dalam lingkungan yang ga  nyaman dan makin menyudutkan dia. Akhirnya, orang-orang itu ga tahan dan resign lagi , atau dipecat lagi. Ini seperti lingkaran kan, tapi balik lagi, ga ada sesuatu yang terjadi tanpa Ijin Dia. Lo mau masuk kubangan tai kebo pun itu atas ijin Dia walo itu juga karena kesembronoan lo sendiri kepleset masuk situ. At least, dalam kubangan tai kebo sekalipun lo diwajibkan belajar banyak. Gue ga peduli lo belajar apa dalam kubangan tai kebo ya, gue cuma menekankan, situasi kita sama-sama sulit dan pengen rasanya nyilet nadi orang gara-gara saking keselnya sama situasi. Gue cuma menekankan, gue yakin lo bakal keluar dari kubangan tai kebo seberapa dalamnya itu, lo tau kenapa, karena kodrat lo disitu dan Dia tau lo ga nyaman ada disitu (ya siapa sih yang nyaman dalam kubangan tai kebo), maka Dia lagi nyiapin  kubangan entah itu air  bersih atau malah air madu buat lo. Ya lo belajar aja banyak-banyak disitu, kayak gue disini. Sama-sama belajar nd bersihin diri, siap-siap buat jadi lebih cakep buat pindah kubangan.

Hidup kubangan tai kebo.

(#2) Resign, The Life Style : Memperbarui Harap

Lo tau ga betapa inginnya gue pergi dari keomongkosongan ini? Lo tau ga betapa gue ingin sepergi-perginya pergi dari project yang entah sebenarnya dikelola oleh siapa dan jadi apa gue disini? Lo tau ga betapa banyaknya gue komplain dalam hati gue ? Kadang gue pikir, gue terlalu banyak komplain sampai ga bisa bedain mana yang sebaiknya gue ga perlu komplain, misal kotoran tikus di kamar mandi umum? Itu gue ga boleh komplain.
Lo tau ga berapa kali sehari gue mengucap kata pengen resign ke diri gue sendiri. Sampai suatu saat, gue nyadar, kalau gue terus-terusan membiarkan pikiran liat gue tentang resign masuk ke bawah sadar, kelak gue bisa bunuh diri karena secara kasat mata, gue ini bisa dibilang ga ada harapan. Mau kirim CV terbaik gue kemana coba? Gue ga bisa terima saran buat menikmati apa yang lagi gue lakukan dengan dongo' disini. Enggak, dan gue ga akan pernah dengerin saran semacam itu. Lo tau kenapa? Karena gue akan menantang orang yang menasehati gue dengan cara semacam itu buat tukeran hidup sama gue. Gue pengen liat sejadi apa para Mario Teguh jadi-jadian itu beraksi andai jadi gue.
Trus gue mikir lagi, kalo gue ga menikmati, ya gue cuma bisa belajar kan, kalo gue belajar dan tetap ga berguna karena gue cuma diem aja disini, ya trus gue ngapain? Kalau masih kayak gitu juga, gue akan kehilangan harapan karena gue diem aja, lo tau apa jadinya orang kalau kehilangan harapan? Mati.
Trus gue bakal bunuh diri dong kalau gue udah ga bisa toleran sama keadaan gue dan tentu saja ga bisa menikmati gue yang cuma duduk aja gitu di surabaya? Oh tunggu dulu.
Ternyata gue punya cara buat ga punya alasan bunuh diri. Selain karena itu dosa besar, orang bunuh diri itu gebleg tau ga lo. Yaiyalah blegug, karena di dunia aja dia mengalami kebuntuan dan kehilangan kompas istilahnya, makanya dia depresi lalu bunuh diri. Trus kalo udah bunuh diri, emang dia udah tau tuh jalan selepas dia dari raga itu dia mau kemana?
Gue punya cara buat tetap sadar . Karena gue ternyata punya yang namanya zona pembagian waktu.
Nih, begini. Pagi hari buta, gue bangun Subuh. Trus gue sholat deh, nah disitu secara otomatis gue berharap aka berdoa banget sama Allah buat dibantu hari itu. Berdoa semoga ada keajaiban atau petunjuk, atau kalau belum ada, ya kaki sama hati gue dikuatin lah buat jalan pada hari itu. Jam 9 pagi nih, masuk kantor (orang), trus dongo deh disitu, gue masih tetap berpikiran jernih efek dari Subuh tadi. Nah masuk jam 11 nih, biasanya gue udah mulai ngerasa ga jelas berada di kantor (orang), trus pikiran-pikiran liar gue buat kabur bermunculan. Jam 12, eeh pas puncaknya, gue dipanggil buat ngadep Sang Maha. Curhat lagi deh gue disitu. Curhat apa? Ya Allah, hamba mohon ya, tolonglah ya Allah, saya ini pengen banget nikah, selain karena pengen, ya karena itu kepengenan ortu saya, saya pengen kerja ditempat yang bener, yang bisa bikin saya berkarir Ya Allah, yang bikin saya ga geje kayak sekarang, yang ga numpang di kantor (orang) di kota (orang). Setengah hari udah kelewat ya Allah, tolong ya..Nah, seger lagi tuh abis curhat, ga jadi deh mikir macem-macem buat kabur. Trus jam 2 siang abis maksi nih, matahari lagi panas-panasnya, gue juga makin geje karena blom ada yang bisa gue kerjain, karena memang kerjaan ini sepenuhnya sebenernya dikelola subkon. Entah ide brilian siapa buat ngirim gue dan stay disini, merendahkan diri gue buat numpang di kantor mereka. Eh jam 3 dapet panggilan lagi tuh, istilahnya dapet jatah buat curhat lagi. Nah curhat deh abis-abisan disitu. Masuk jam 4 atau jam 5, mulai gatel gue buat mikirin resign (lagi). Ya emang sih pikiran itu ada terus dikepala gue, selain beberapa bab yang gue pelajari sendiri dengan kesadaran sendiri, dan mungkin ga teraplikasikan di kehidupan project ini, misalnya gimana caranya commissioning perangkat MSAN.  Selain mikir kemana gue nantinya kalo gue resign sekarang, ya gue mikir sambil ambil napas sangat dalam bahwa hari ini akan segera berakhir, project, dengan atau tanpa gue akan terus berjalan, yaudah deh jam 6 sok ateuh ngobrol lagi sama yang punya bumi dan seisinya. Jam setengah tujuh kalo belum puas ngobrol sambil nangis-nangis, sok deh ditambah lagi tuh sholat hajatnya, sekalian jamaah Isya. Kalau udah selesai Isya tuh biasanya langsung semangat lagi tuh. Semangat karena udah malem, bisa pulang, bisa mikir hari esok yang lebih indah, bisa tidur, bisa makan malem, bisa liat lalu lintas, bisa pacaran, bisa nyari ide besok ngelamar kemana lagi atau baca bahan apalagi atau mikir sementara mau belajar bahasa apa, nd nulis apa buat buku yang judulnya udah gue pengen banget nih "Resign, The Life Style". Oh ini hari pertama dari perjalanan 40 hari menuju 2013. Ya gue sih berharap, gue akan selalu bisa memperbarui harapan, dengan lima waktu yang gue punya secara khusus , ngobrol bareng Dia. Dia yang Maha Pemberi Harapan.

Pengen resign sama masuk operator hahaha..

Rabu, 21 November 2012

(#1) Resign,The Life Style : Anak Pak Becak

Bapak tua menarik becak kesusahan. Sepertinya seluruh tenaganya dipakai untuk mengayuh becak merahnya itu. Dalam batinnya, ia berucap syukur bahwa anaknya, yang ia gadang-gadang menjadi insinyur telah lolos uji seleksi di sebuah perusahaan telekomunikasi di Ibukota. Ia berbisik terima kasih pada Sang Khalik bahwa mungkin ia tak perlu menarik becak terlalu keras lagi karena anak bungsunya mungkin akan terbantu biaya SPP-nya oleh sang kakak. Mungkin ia juga akan bisa menyaksikan pernikahan anak sulungnya itu, dan duduk di teras rumahnya yang sempir sebagai kakek kelak. Bisikan-bisikan yang membuatnya tersenyum-senyum senang sepanjang tanjakan dimana nafasnya satu-satu.

Di sebuah rumah yang tampak renta termakan usia, sang ibu sedang berujar pada anak perempuan kecilnya, sembari menyisiri rambut basah anak itu, bahwa ia harus tumbuh menjadi gadis rajin yang pintar dan tidak nakal. Bahwa ia harus menjadi seperti kakaknya, yang kini telah menjadi pegawai sebuah perusahaan telekomunikasi ternama di Ibukota sana. Sang anak perempuan yang bergigi ompong itu mengangguk. Antara mengerti bahwa ia harus rajin dan pintar, dan apa yang dimaksud perusahaan oleh ibunya.

Sinar matahari siang itu terasa menggigit kulit. Seorang pemuda terlihat sedang berpeluh hebat. Kulitnya yang berwarna coklat terang tampak mengkilap karena keringat dan pantulan sinar matahari. Ia hanya memakai kaus singlet putih yang tampak masih baru. Kemeja birunya tersampir dipagar besi. Ia tengah sibuk menggelar kabel di area sebuah tower pemancar. Sesekali ia tampak sibuk menjawab telepon yang berdering seakan tanpa putus. Sesekali ia menjawab dalam bahasa Inggris, sesekali bahkan dalam bahasa Jawa.

Sembari memasang kabel disekitar perangkat tower itu, ia teringat bagaimana bahagianya bapak, ibu dan adik perempuannya saat diberi kabar bahwa ia lolos ujian untuk bekerja. Betapa ia juga bahagia mendengar kabar itu sendiri, dan jauh lebih berbahagia melihat rupiah yang ditawarkan padanya, meski ia juga tak begitu paham mengapa ada perusahaan memberinya  gaji sebanyak itu. Ia teringat bagaimana dulu ia kuliah dan menghabiskan seluruh tabungan bapaknya yang pengemudi becak itu. Ia ingat bagaimana saat akan mengerjakan skripsi, ibunya terpaksa tidak berdagang karena modalnya telah dipakai untuk membayar skripsi. Dan ia seperti berkaca sekarang, kebahagiaan orangtuanya dan adik kecilnya itu semu, karena apa yang ia lakukan saat ini, tak lebih daripada kuli bangunan.
Ia sadar ia dibayar besar untuk menjadi sarjana yang bersedia bekerja sebagai kuli telekomunikasi.


Sabtu, 17 November 2012

Journey #2

Maaf nih blogs, anda harus menerima sampah saya lagi *ngahahahahahahaha-tawa nenek sihir*. Pasalnya, saya berangkat ke surabaya dengan memori laptop yang nyaris kosong karena data pendukung amat minim. Saya tidak tahu mengapa saya harus terburu-buru sampai di kota ini dan sebenarnya tanpa saya pergi kesini pun, proyek ini akan dapat berjalan sesuai alurnya karena telah diturunkan pada pihak lain. Saya memprotes besar keputusan untuk memberangkatkan saya tanpa handover yang memadai dan sekaligus ketiadaan data yang amat aneh. Man, saya ini pekerja lapangan. Setiap saat saya kemari, saya selalu membekali dan dibekali data pendukung, bahkan mantan PM saya dahulu selalu mengingatkan kami untuk membawa apa yang diperlukan dan ia akan memberi saat kami meminta. Begitu sulitkah bagi saya hanya untuk sekedar mendapatkan sebuah lembar topologi untuk saya pelajari? Mengapa baru pada hari ke-2 disini saya mendapatkannya saat saya meminta untuk kesekian kalinya.
Dan bagaimana saya tahu bahwa apa yang kalian tulis ternyata telah teralami revisi tanpa saya ketahui? Bisakah saya diberi sebuah preview yang lebih nyata daripada sekedar ini?
Ah blogs, so many things happen I couldnt controll it.  Just why me.

Kenapa yah blogs, aku selalu bekerja dalam posisi sulit. Sulit dan sendirian. Kenapa yah blogs begitu? Dan kemudian orang mendakwa begitu rupa tanpa melihat latar belakang mengapa aku melakukannya? Blogs, aku lelah menghadapi manusia begini rupa. Kenapa yah blogs.

Blogs, kenapa yah blogs aku selalu begini? Apakah aku terlalu bodoh? Aku sendiri tidak terlalu percaya kalimat tanya barusan. Aku bosan blogs hidup dalam lingkaran proyek.

Kenapa yah blogs di grup bbm, mereka selalu memposting foto mereka sedang lembur. Lalu seorang teman berkata padaku, bahwa foto itu menjadi pertunjukan atas apa yang telah mereka lakukan.

Lalu blogs, tahukah. Mereka selalu menceritakan kesibukan yang amat sangat tinggi setiap harinya. Seakan tak seorangpun dalam kantor yang pernah melakukannya. Blogs, aku jengah blogs. Semua orang yang berada dalam proyek setahuku selalu bekerja dalam kesibukan. Blogs blogs blogs, aku ingin keluar blogs, sungguh.

Ditempat kemarin aku juga mengundurkan diriku, dan sekarang aku juga ingin keluar.

Apa mauku blogs? aku ingin memilih.



Kamis, 15 November 2012

Journey #1

Pernah ga kamu berharap besok pagi kamu ada di negeri di awan, atau sedang di pantai atau mungkin bersama Tuhan?
Hari ini aku berharap amat banyak pada bayangan tadi. Aku mencerna apa kesalahanku di masa lalu yang bisa membuat nasib amat marah dan memasukkan aku dalam situasi yang cukup membuat nyaliku menciut.
Saat aku punya impian tentang sebuah kestabilan,Tuhan menjawab lain dengan mengirimku pekerjaan yang seakan aku berpikir semua akan baik pada akhirnya. Bahwa aku akan mampu mengelola rencana pernikahanku, rencanaku memiliki keluarga dan sebuah hunian. Kemudian melanjutkan kuliahku. Lalu hanya dalam hitungan 24 jam,impianku kandas begitu rupa. Aku tidak mengerti mengapa saat sang ekspat itu menyuruhku untuk tidak berlama-lama disini,justru teman berkebangsaanku yang sama meyakinkannya bahwa aku bisa bertahan diluar kota selama 3 bulan. Lalu pergilah aku ke kota ini. Tanpa jaminan apapun. Tanpa penjemput. Tanpa orang yang kukenal, tanpa tujuan yang jelas. Setibanya aku disini, aku bertemu dengan orang-orang yang penuh komplain pada perusahaanku di Ibukota. Aku baru berusia 2 hari dan mereka memarahiku untuk hal yang aku tak lakukan. Aku bahkan masih mempelajari topologi dimana orang Jakarta enggan memberikannya padaku dengan banyak alasan. Aku berkeliling site,aku tidak melakukan sholat Ashar dan Magrib. Aku juga tidak yakin masih ada orang melakukan ibadah didalam proyek ini. Kemudian pada tengah malam dimana aku tidak memiliki akomodasi satupun, aku terpaksa menginap disebuah kamar kos yang amat sempit,tanpa jendela terbuka,tanpa kipas,tanpa AC,kamar mandi bercampur dengan para lelaki penghuni lain. Aku benar-benar tidak mengerti tentang janji yang diucapkan mereka disana untuk setidaknya membantuku tidur sedikit nyaman disini selama 3 bulan. Daerah ini bahkan penuh lelaki yang nongkrong ditepian gang tiap malam. Aku tidak mengerti. Tolong katakan aku cengeng,tetapi aku benar-benar menantang mereka untuk menjalani yang kujalani. Dan hari ini aku sudah berpikir ulang untuk terus bekerja sama dengan mereka. Meski mereka adalah teman baik pacarku,aku tidak peduli. Aku tidak pernah membuka konflik,aku melakukan apa yang menjadi tugasku dan aku tidak menyukai janji kosong. Demi apa? Demi warga negara lain engkau rela mengorbankan kawanmu sendiri?
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 13 November 2012

Bersatu

"When somebody loves you,everything is beautifull..."

Aku melupakan suara cantik siapa yang melagukan lirik diatas. Tetapi aku mengakui kebenarannya. Saat aku merasa dicintai,aku merasa seluruh semesta sedang mekar ranum cantik sekali. Ya,memang begitu nyatanya. Cinta bisa menjadi permainan pikiran yang amat kuat. Saat patah hati, semesta mendadak menyebalkan. Hari yang cerah bagi yang sedang jatuh cinta bisa dianggap sebagai hari yang terik bagi yang berhati galau karena patah hati. Saat ini aku merasa amat dicintai, oleh seseorang pria yang istimewa buatku. Itulah mengapa aku selalu merasa sejauh apapun aku berlari,aku akan punya tempat yang menarikku kembali. Aku juga merasa semesta itu indah,saat aku tahu dan secara sadar ia mencintai aku,aku mencintai dia. Tapi semesta kadang kelabu saat aku tahu bersatu dengannya masih mustahil saat ini. Semesta kelabu diantara terangnya matahari perasaanku untuknya. Somehow,aku bisa tertawa sembari menangis. Tertawa bersamanya dan menangis karena amat jauh jarak yang harus kami tempuh agar Tuhan menyaksikan persatuan kami berdua.

Saat seseorang mencintaimu,segalanya menjadi indah. Indah oleh harapan dan kenangan. Jangan rusak itu dengan semesta kelabu yang tersusun atas halangan. Meski kadang kelabu terlihat menutupi semua celah. Karena ingatlah,pikiranmu adalah apa yang kau saksikan.

Ay,loving you.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Caranya Bersyukur

Dunia gila itu ada dalam pandangan mata. Hari-hari kemarin ditemani hari-hari ini mungkin adalah hari-hari yang diselingi rasa senyap. Tapi bagi orang lain,boleh jadi hari-hari ini sedang menjadi hari bahagia mereka. Ada yang sedang menanti buah hati, berbulan madu di Bali, pulang ke rumah suami. Sampai ingin menangis waktu mengetiknya. Berapa ratus post tulisan yang sebenarnya seharusnya aku terbitkan yang berisi keluhan. Mungkin sudah waktunya aku membayar sendiri domainku untuk kujadikan bak sampah mental alih-alih menyewa gratis domain pasaran. Somehow aku amat lelah berada disini,kalimat yang mungkin akan membuatku ditampar orang,dianggap sebagai pendusta nikmat. Tapi aku tak yakin Tuhan semaha pemurka itu sampai aku juga harus ditamparNya,yang mungkin aku takkan kuasa menahan akibatnya. Lihatlah aku disini. Dalam kesalahan yang tak terperbaiki,aku sendiri pergi. Keluar rumah. Merantau beterbangan kian kemari. Kemudian terperangkap dalam pilihan yang tidak cerdas,dan sekarang aku menjadi lebih keledai dari keledai sungguhan. Aku menjebakkan diri pada pilihan tanpa pilihan, demi kelangsungan hidupku dan ketentraman hati orang tuaku mengetahui anaknya bukan pengangguran. Tanyai aku,dan tak pernah ada yang berniat bertanya,apakah aku bahagia? Jawab, tidak. Aku menyiksa jiwa dan ragaku sendiri. Aku sangat berusaha keras demi membentuk opini positif dalam kepalaku sendiri. Dan aku tak bisa berpura-pura lagi pada hatiku bahwa aku muak dengan pekerjaanku. Katakanlah dihadapanku, berterimakasihlah karena aku masih memiliki pekerjaan. Kukatakan, seringkali cara bersyukur seharusnya diubah. Bukan karena kita bisa melebihi orang lain lalu kita bersyukur. Tapi karena kita telah melakukan sesuatu yang benar,dan menghargai keberadaan diri sendiri,maka kita bersyukur. Karena sama artinya dengan tidak menyia-nyiakan hidup yang telah diberikan Allah. Dan aku meminta maaf pada Allah,karena sejauh ini aku telah menyia-nyiakan hidupku sendiri dalam kubangan bernama pekerjaan, yang membuat diriku sendiri sulit mendekati apapun yang disebut terima kasih. Aku menyesal,amat menyesal. Aku ingin mundur tapi aku butuh makan. Aku ingin pergi tapi aku butuh uang. Aku ingin keluar tapi aku butuh pekerjaan. Aku ingin hidup tetapi pekerjaanku membunuhku. Dramatis. I am so sorry,God.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 12 November 2012

I Write so I am not Crazy

02.30 early November 13 2012. Thank God I am awake still in my bed at Jakarta. I may be awake in another bed at another city on the following days later. What future brings to me is so unpredictable. I don't know how to explain it,even for myself. Moreover for my parents. I just asked God,why. And how.
I'm growing older, my parents do,my grandma does,my bro does. And the time is ticking so careless with the older we got. So is it that priceless just to stay in this broken capital? Is is impossible for person like me to stay here and living the small dreams,like getting back to university and growing a small family? Hundreds thousands bachelorettes stay here,why not me become one of them?Is this capital will loss some big space just bcause of providing me a space? I am 51 weight and 160 height, I supposed not to waste a bigger space than my fatter friends anywhere.
God,if I am not going crazy by the circumstances,maybe I am going to die. Let me live my life just a moment. You know that, from the tears and the wishes, You really know that. If I can't lay my wishes on You, where should I put that?On Human Resources e-mails? Your joke is great,but I'm seriously ....sad.
Powered by Telkomsel BlackBerry®