Senin, 29 Juli 2013

Ajaib

:)
It is unusual post.
I started my writing with smile.

Hari ini ada berita. Buat sebagian besar orang,disebut musibah. Buat sebagian lagi,ujian. Sebagian lagi,cobaan. Buat saya,keajaiban.

Orang tua saya baru saja melepaskan uang senilai 150 juta untuk orang yang mengaku berasal dari Brunei dan sedang menggalang amal.
Bapak saya dihipnotis. Oleh orang berjenggot,bertampang arab,mengaku muslim dan menyedot uang tabungan bapak,di bulan dimana kata Tuhan, setan diikat erat di neraka.
Kemudian saya sebut keajaiban.
Karena banyaknya rasa yang didapat.

Siang tadi,ibu menelepon dari nomer rumah. Jam yang tidak semestinya.
Saya tahu telah terjadi sesuatu.
Ibu menangis. Saya menebak saya kehilangan siapa. Ibu berkali menyebut nama bapak,dan seketika saya bilang pada Tuhan "saya ga siap jadi anak yatim".
Ibu bilang "bapakmu habis ketipu"
Hati saya bergumam Alhamdulillah. Karena saya cuma kehilangan uang. Bukan keluarga saya.

Lalu ibu menangis. Bercerita bahwa seluruh tabungannya habis dikuras oknum hipnoter tadi. Termasuk ia bilang,uang pernikahan saya.

Saya tenang,saya merasa uang itu milik Tuhan. Kesanalah mereka akan kembali. Saya ikhlas seperti orang selesai pup.
Tapi yang membuat saya menangis adalah mengingat orang tua saya dan kerja keras mereka. Bagaimana uang itu akan dipakai untuk bekal haji, kuliah adik dan pernikahan saya.
Tapi saya berpikir lagi. Uang bukan milik mereka. Once Tuhan mengutus seseorang mengambil uang kami, Tuhan telah mengaturnya. Again,sesuai ayatNya bahwa tidak ada yang terjadi tanpa ijinNya.

Saya buru buru beli tiket pesawat. Pulang,tanpa bawa bekal mudik seperti biasa.
Saya merasa,sekali Tuhan memberi masalah, itu akan sepaket dengan jalan keluarnya.

Saya merasa sangat kuat,kokoh,tidak akan mundur dan merasa kaya.

Buat saya,ini keajaiban. Karena kejadian ini membuat saya bisa berkumpul bersama keluarga saya di 10 hari terakhir Ramadhan. Bahwa saya bisa berdiri kokoh didepan orang tua saya dan sudah waktunya bagi saya untuk berbakti. Membantu mereka, membantu adik saya,dan mengurus pernikahan saya.

Saya merasa ajaib karena disaat saya seharusnya marah,tapi saya tidak marah. Saya merasa,uang itu akan kembali pada orang tua saya. Atau mungkin sedang kembali pada mereka.
Mereka sehat, bekerja dan memiliki posisi bagus dalam karir mereka,mereka punya rumah yang kokoh,mereka punya anak yang sudah besar,mereka sudah terdaftar di jamaah haji,mereka tidak perlu mengalami hal yang buruk diusia mereka. Mereka punya iman dan Tuhan.
Kehilangan, kami tidak pernah benar-benar kehilangan :)

Selasa, 23 Juli 2013

Past Hole

Tonight,I set up my room.
I open some old bags
Found some birthday gifts in the past years from friends of mine,some birthday cards from them,read it and I put some smiles tonight.
I found a small pinky envelopes,I guest it is a birthday greeting card from one of friend,I open it up.
And some butterflies suddenly fly and play in my stomach.
The small love letter from a man who left me years ago.
I cry,I dont know why.
A past dark hole sleep in my bag under my bed for years.

Sabtu, 20 Juli 2013

Perang Gen

Hari ini aku sariawan di lidah. Ga penting ya diceritain haha..tapi itu nyeesek banget karena Betadine kumur pas abis tadi pagi.
Judul post hari ini adalah Perang Gen. Orang tuaku mungkin memulai hidup baru mereka(menurutku) di usia 50. Saat sekarang, mereka sedang dalam puncak karir. Anak pertamanya,which is aku, sudah lama merantau yang berarti beban dana mereka berkurang satu. Adekku, sudah masuk masa KKN. Mereka punya rumah tinggal yang cukup lega, punya kendaraan yang memungkinkan tidak membuat kehujanan dan kepanasan, dan anaknya sebentar lagi akan menikah. Kalau Allah berkenan sih, semua yang disebut diatas sedang terjadi. Menurut aku sih , hidup orang tuaku yang baik (buat aku hidup mereka sangat baik) karena kombinasi tepat antara bapak dan ibu yang pintar..bapak yang pintar,santai,agak pelit,kepo tidak pada tempatnya..cocok dengan ibuku yang murah hati,hemat,pintar,tidak santai,supel,dan kepo pada waktunya.  Entah bagaimana kombinasi itu terasa janggal pada masa aku dibesarkan,tapi itu terbukti membuahkan hasil setelah puluhan tahun mereka bersama. Lalu sistem imun iman bapakku yang rasanya sulit dipahamiku. Bapakku adalah orang yang membaca buku tentang Tuhan, menyibak misteri alam, mengulasi Al Quran, jarang menceramahi orang, pintar membuat puisi,dan dirumahnya tidak terdapat buku motivasi,buku self help,buku how to membuka rizki,dan lainnya. Entah bagaimana otaknya bekerja untuk tetap menyaksikan dunia berputar. Ia lebih tertarik membeli handycam palsu bikinan cina hanya untuk ia bongkar. Dan bicara padanya seperti kita harus benar benar membuka diri karena apa yang akan ia bilang,adalah mengembalikannya pada kita. Efeknya,tenang,bingung,galau. Beda dengan Ibu. Ia tidak suka membaca. Ia lebih suka,kalau harus membaca,buku pelajaran. Bapak dilahirkan sebagai orang pintar sejak lahir. Ibu lahir dengan kepintaran karena belajar. Ibu orang yang sangat bisa menuntun orang lain. Ia bisa dengan sangat logis menunjukkan langkah penyelamatan diri dari patah hati kronis. Hal yang biasa dihadapi pakai perasaan, dengan Ibu,semua jadi masuk akal. Maka lebih tepat bila ingin menangis,datangi bapak. Ingin solusi,datangi Ibu. Bapakku orang yang sangat tidak sabar,ibuku sebaliknya. Bapakku orang yang bisa pesimis,ibuku sebaliknya. Bapakku tidak bisa mengolah peta,ibuku bisa. Bapakku tidak peduli soal uang,ibu peduli. Bapakku orang yang suka bekerja membereskan rumah,tapi sangat konyol dalam hal rumah tangga,ibuku menutupinya. Bapakku bisa sangat marah dan suaranya menggetarkan,ibuku bisa sangat diam. Bapakku mudah tertarik hal baru,ibuku nyaman dengan zonanya. Bapakku konsisten,ibuku mudah beralih. Bapakku suka kegiatan spontan,ibuku teratur.
Masih ada ribuan list perbedaan keduanya. Dan menurutku mengapa mereka masih bersatu hingga hari ini adalah karena keduanya berbeda.

Aku, adalah produk keduanya. Meski sampai hari ini pun aku tak tahu gen siapa yang mendominasi aku.

Kadang aku juga bertanya,apa yang ada dalam darahku yang berasal dari bapak atau ibuku. Sepertinya kedua gen ada dalam darahku, salinh berebut dominasi dan jadilah aku dengan kombinasi sifatku yang aneh.

Kadang aku merasa aku seperti bapak. Tidak sabar, unplanned,tidak bisa baca peta, suka membaca,suka menulis,tidak pandai bersosialisasi,suka bercanda,boros,tidak tahu cara mengurus rumah tangga,tidak termotivasi,perhatian mudah teralih,sering pakai perasaan dan tampaknya aku mirip bapak..hingga suatu hari aku sadar,aku mirip ibu saat aku terlalu khawatir,mengandalkan logika,bisa supel tiba-tiba,serius,suka belajar,bisa mengatur hidup,bisa membuat rencana dan punya ambisi.

Kemungkinan besar kalau perang gen dalam darahku bisa kudamaikan, aku akan memiliki gen-gen gabungan ibu bapakku dengan selaras dan menjadi aku dalam versi lebih baik.

Masih ada waktu

Hahahaha...oh btw..posting blog tanpa rencana juga nyaris mirip bapakku.

Yuklah review gen ortu kita,dan gabungkan jadi yang terbaik. Tuhan tidak mungkin menciptakan keburukan buat makhluknya.

Senin, 15 Juli 2013

Master Degree Kaum PNS

Wait, jangan tuduh aku dengan ketergesaan yang keliru. Menyebut bahwa aku adalah orang yang tidak menyetujui pola pekerja negara di negeri ini. Tidak tidak. Aku cuma sedang bergurau tentang kalian, para PNS.

First of all. Kondisi negara ini sudah diambang maut. You know what I mean. Manusia berleleran di pinggir jalan dan tanpa pekerjaan. Yang diluar Jawa, mereka masih menghabiskan hari di perkampungan sepi dan pegunungan,pantai,tambang kering dan ladang. Nelayan jarang melaut karena bahan bakar mahal. Protein tak terjangkau karena harapan memakan kedelai sudah musnah sejak harga kedelai mahal dan ternyata barang impor. Susu apalagi, kalau bukan bantuan PKK atau Posyandu, kurasa anak-anak takkan minum susu.

Jakarta dipenuhi mall. Penghijauan nihil. Meski Jokowi sedang berupaya, aku tahu dia berupaya, tapi kultur ini sudah sangat rusak. Bukan waktunya lagi memperbaiki, tapi merombak.

Yang aku heran. Setiap tahun,banyak PNS berangkat ke tanah ilmu nun diluar sana. Berbekal lancar bahasa Inggris,mereka bisa pergi kuliah menempuh S2 atau S3. Dua tahun kemudian mereka kembali.

Kita hitung. Jika dua puluh tahun lalu para PNS banyak yang dikirim keluar negeri untuk bersekolah (FYI, sejak Bung Karno, beliau sudah disekolahkan keluar negeri lho)..lalu jika ada 100 PNS keluar negeri, menempuh S2 dan kembali 2 tahun kemudian, artinya seharusnya sudah ada 100 PNS bergelar master lulusan luar negeri yang mendapat pengetahuan tambahan tentang bagaimana mengelola negara ini. Dan dua puluh tahun silam hingga sekarang, keadaan semakin memburuk. Jadi kemana 100 PNS dua puluh tahun lalu yang seharusnya saat ini belum pensiun. Dalam waktu dua puluh tahun, tidakkah mereka sudah menjadi pejabat atau menjabat sesuatu yang penting dan bisa mengubah beberapa kebijakan masa lalu?

Mengapa sekarang mall terus berdiri sementara banyak sekali PNS bergelar master dan doktor dalam bidang tata kota. Mengapa kedelai impor sementara banyak PNS jurusan pertanian disekolahkan di bidang mereka. Mengapa harga tidak bisa diatur sementara banyak sekali PNS manajemen disekolahkan ke luar negeri untuk menambah ilmu ekonomi mereka.

Mengapa sudah terlalu banyak uang negara pergi demi PNS mengejar mimpi keluar negeri, berfoto, memposting foto mereka di Facebook,meraih master, pulang, menerima gaji, dan selesai. Hanya dengan bekal kursus bahasa Inggris. Olrait. Minggu depan kita tanding ngomong nginggris.

C'mon....You must be kidding...Lakukan sesuatu!!!!

Mimpi Sejadi-Jadinya

Kamu pernah ga mimpi? Mimpi sejadi-jadinya. Mimpi yang betul-betul didalamnya kamu jadi diri kamu sendiri, tanpa inspirasi dari orang lain. Di mimpi itu, kamu terinspirasi diri kamu sendiri tanpa pengaruh orang lain. 

Berani ga?

Berani ga bermimpi selain mmmm..kuliah S2, nikah, punya rumah, mmmmm menghajikan orang tua...mmm naik ke puncak Everest....mmmm...keluar negeri...

Mimpi yang diatas adalah mimpi rasional, semua warga negara bisa meraihnya jika ia punya cukup waktu, dana dan kemampuan. 

Tapi mimpi sejadi-jadinya disini adalah mimpi yang aku sebut tadi.

Aku punya mimpi untuk keluar dari diriku sendiri.

Aku bermimpi untuk menaiki busway, merasakan kemacetan di jalanan Jakarta , merasakan situasi tertidak nyaman, membahagiakan orang tua, hingga puncaknya adalah mimpi bahwa aku meraih surga hanya dengan tindakan-tindakan yang disebut orang, tidak lazim.

Tapi itulah, mimpi sejadi-jadinya yang ternyata adalah keberanian menjalani hidup seperti adanya. 

Mimpi sejadi-jadinyalah, dan saat kita bangun tidur, kita telah ada di surgaNya. 

Bukan cuma kuliah master keluar negeri, menikah,punya rumah...

Yuk kita mimpi, jangan bangun tidur dulu yah..

Rabu, 10 Juli 2013

Ramadhan Day 1

Seharusnya diposting kemarin,tapi karena kemarin adalah hari Ramadhan tergila,maka aku tidak cukup punya tenaga untuk mengetik.

Puasa itu memang melatih kesabaran,kontinuitas,integritas,toletansi,dan ketahanan.

Pada hari pertama itu,mengikuti Muhammadiyah tentunya,aku tidak mendengar siapapun coba membangunkanku. Bahkan alarm ponsel pun tak mampu bangunkan aku.
Dan somehow,aku bangun pada pukul 4.45 tepat saat Subuh dikumandangkan.
Tak ayal,aku merebus air hingga cukup hangat,membuat susu diet pengganti makan,menuangkanny di piring,dan menghirupnya. Adzan subuh selesai,sahurku pun selesai.
Lalu aku yang masih sangat mengantuk kembali tidur,dan bangun pukul 8 pagi. Aku butuh waktu setidaknya satu jam untuk naik busway ke kantor. Jadilah aku berlari lari..
Sesampainya di kantor,banyak pekerjaan menanti,sangat banyak. You know..cuma aku di divisiku..
Diantara semua yang tidak puasa,aku cukup kuat menjalani hari itu..aku merasa aku cukup toleran pada mereka yang memang kekurangan uanv untuk makan..aku bisa merasakannya..sampai....

Sampai akhirnya aku pulang naik busway..berbuka minum air madu bekalku di busway...dan hujan sangat deras.
Aku menerobos hujan dari halte sampai kosku yang berjarak 700 meter atau satu kilo. Aku lapar,tidak punya payung,belum mengambil uang di atm,melewati para pemulung yang berteduh di terowongan,aku berbisik ditengah hujan
'Allah,hari ini aku tau rasanya menjadi orang yang papa..dan aku tidak akan sanggup menjalaninya. Engkau tau ujian mana yang bisa ditanggung umatMu. Terima kasih Allah'.

Ramadhan Day 2

Hi.
Ramadhan day 2. Hmmm..sejauh ini berasa lelah secara fisik,tapi tenang secara batin,otak mendapat stimulan setiap hari,say hi pada orang baru di surel dan telepon,membaca banyak katalog produk,menanyakan harga,menghitung investasi,membaca facebook,chat dengan teman baru,posting twit,baca detik,mengumpat pada lalu lintas dan orang yang tidak sayang nyawanya saat memotong jalur busway,mengumpat pada pengemudi mobil yang masih saja memakai jalur busway steril,menelepon mbah,melihat model pernikahan,membaca panduan pra nikah,melihat lokasj calon tujuan wisata baru,menghitung saldo tabungan yang makin berkurang,menghitung waktu pensiun,baca panduan sholat khusyuk,belum mulai baca Quran,dan terakhir nonton HBO.
Secara fisik memang terasa lelah. You know..hidup dengan fasilitas publik di Jakarta belum bisa disebut melegakan. But, dengan hal yang didapat,terutama dalam hal ini otak yang tidak melakukan rutinitas karena setiap hari selalu ada hal baru yang diunggah,mmmm misalnya kemarin siang aku mulai menuliskan kebutuhan untuk memasang video surveillance di tiap halte busway untuk mengontrol bis dan penumpang. Lalu meski bayarannya tidak cukup untuk beli sepatu everbest lima pasang,tapi ternyata kelegaan yang muncul tidak sebanding.
First,karena aku mendapat pekerjaan yang akhirnya membuat aku belajar tiap waktu.
Kedua,pekerjaan ini direstui orang tuaku. Yang artinya,kemungkinan besar Tuhan juga ridho dan tersenyum melihatku mengerjakan semua ini.
Apalagi yang dibutuhkan seorang anak selain ridho ibu dan Tuhannya?

Have a great Ramadhan,fellas

Sabtu, 06 Juli 2013

The Story of Poop

Posting ini diketik saat aku sambil poop di kamar mandiku yang berwarna biru. Sejak kecil,aku sudah punya masalah dengan sistem ekskresi sehingga aku biasa menyimpan poopku dalam perut sekitar 3 hari sampai 7 hari, terlama adalah 10 hari. Tidak hanya itu, aku juga tidak bisa poop kalau otakku kosong. Sehingga, sejak kecil aku selalu selalu selalu poop sambil membawa mainan, membawa majalah Bobo atau Aku Anak Saleh, potongan koran dari bungkus bawang milik mbah uti,menginjak remaja,aku bawa HP,saat sudah bekerja aku membawa Blackberry,kemudian tab lalu ponsel android kecilku,dan netbook ungu ini. Sampai sekarang aku masih mencari di Google,apa nama kelainan yang kupikul ini. Apakah ada orang lain yang punya kebiasaan serupa,atau entahlah,mungkin karena sejak kecil sudah terbiasa dialihkan perhatiannya sembari membiarkan bagian bawah tubuhku itu bekerja secara otomatis untuk mengejan dan hmmmm mendorong sang poop.

Menjijikkan? Justru tidak sebenarnya ya hahaha,dalam pandanganku. Orang yang bisa membawa barang-barang pribadi non toileterry masuk kedalam toilet biasanya akan menjaga lantai kamar mandinya kering, punya sandaran yang juga kering,bersih dan tidak licin.

Dulu saat aku menjadi kuli telko pengelana kota, aku sering poop di hotel-hotel yang kusinggahi. Dan memang aku memastikan toilet mereka bersih sebelum aku memutuskan untuk menginap. Untuk jaga-jaga apabila aku harus poop di hari aku menginap disana. Hehe

Aku pernah terburu-buru poop dan masuk ke toilet,tanpa bawaan apapun. You know what, poop itu tidak jadi keluar dan hanya menjadi kupukupu dalam perutku,alias bikin melilit. Lalu aku masuk kembali ke ruangan dan mengambil HP androidku. Masuk ke toilet, duduk, membuka kompas.com lalu poop itu keluar seperti ada mesin otomasi dibawah sana.

Aku juga pernah bereksperimen. Jika selama ini poop ini keluar karena aku membaca sesuatu sambil poop,apakah poop bisa keluar apabila aku bermain games atau menonton video? Ternyata poop tidak bisa keluar juga saat aku hanya bermain Candy Crush atau menonton youtube.

Kesimpulannya, poop baru akan bisa keluar lancar hanya saat aku membaca,atau menyusun kata-kata lalu menjadi karangan. Persis seperti sekarang.

Yah begitulah...

(NoTAShortStory) Cash Is The King

SialBangetGueHariIni. Sepagian hingga siang ini aku bergulat dengan netbook ungu-ku itu. Desas desus Asus waktu promo, netbook ini amat gaya dan tangguh. Nyatanya, untuk sekali mengetik saja, aku butuh kesabaran lebih sekitar 3 menit sebelum aku bisa memakai Microsoft Office originalku sendiri. Aku memang benar-benar bergulat. Aku sudah menyusun karangan singkat tentang komparasi dua teknologi penghantar impuls cahaya untuk esok pagi (Damn,hari Senin!!), lalu merembet menjadi analisa biaya diantara keduanya, dan you know what, pekerjaan tersebut adalah jenis pekerjaan yang membutuhkan sebuah laptop betulan, bukan netbook unyu ini. Aku harus membuka Google Earth,AutoCAD,dan sedikit software marketing.

Oh God. Seandainya aku bisa meminta uang pada orang tuaku, sudah pasti aku lakukan, tapi aku terhalang oleh rasa malu,tidak tega dan tidak nyaman. In fact, anak yang belum menikah secara agama adalah anak yang masih harus ditanggung orang tuanya. In fact lagi, seharusnya aku juga tidak perlu mati-matian mengumpulkan uang untuk pernikahanku karena aku wanita dan tanggung jawab menikahkan aku masih ada di pundak bapakku. Seharusnya uang tabunganku bisa kupakai untuk membeli ultrabook seharga 6 juta dan aku masih punya sisa tabungan yang Oh God,berbentuk emas dan saat ini harga emas sedang rendah.

Damn, God..they are rite. Cash is the King. So please...

(ShortStory) BOS GALAK


Bosku mengetuk pensilnya yang baru saja diraut. Kalau sudah begini,biasanya dia akan memanggil Yuni sang sekretaris dalam hitungan mundur. Lima....empat....tiga...dua...satu.
“Yuniiiii”
Benar kan.
“Yuniii kemari, bawa kopiku”
“Ya bos”, jawab Yuni singkat seperti biasa.
“Kenapa kamu bisa salah lagi Emil?”
Nah sekarang giliran aku. Mataku tertunduk. Tidak berminat melihat mata bosku yang sedang naik pitam. Omongannya akan setajam ujung pensil yang selalu dirautnya kalau sedang marah.
“Saya sudah teliti sampai tiga kali bos”, jawabku hati-hati.
“Ya berarti tiga kali kerja kamu itu memang sudah salah. Mau diulang sampai kiamat juga tetap salah, wong awalnya udah salah.”
Nah kan. Bahkan ia bicara soal kiamat.Memangnya ia tahu kapan kiamat datang. Lagipula aku juga tidak akan bekerja disini sampai kiamat tiba.  
“Emil,kamu kebanyakan ngelamun, makanya kerja salah terus.”
“Maaf bos, biar saya revisi.”
“Ya pastinya harus kamu revisi, wong salah gini kok,udah sana. Males aku lihat kamu.Dibayar tinggi tapi bisanya salah terus.”
Nah,sial lagi nih omelannya selalu begitu tiap pagi.
Entah mengapa bos selalu marah tiap pagi. Sampai aku terpikir buat mengetik surat pengunduran diri. Yang sebetulnya itu kuharamkan mengingat aku ingin pergi dari tempat ini dengan cara yang jantan dan saat aku sedang berada di puncak prestasi.
Seminggu berlalu sejak bos terakhir kali mengomel. Belum ada omelan berarti sepanjang sisa minggu itu. Agak aneh juga kalau diingat-ingat. Ia jauh lebih sering marah beberapa hari setelah aku mengambil cuti menikah. Dan lebih sering marah saat aku sudah mengambil cuti tahunanku untuk bulan madu. Memang sih tidak ada hubungannya, Cuma aku mengingat waktu-waktunya.
“Emil, kemari”
“Ya bos”
“Setelah menikah, pekerjaanmu tidak sebagus saat kamu masih melajang”
“Maaf bos, justru seingat saya,hasil kerja saya makin produktif setelah menikah,maaf ini pendapat saya saja”
“Saya ini yang mengoreksi pekerjaan kamu, jadi saya yang bisa menilai kamu produktif atau tidak”
“Ya bos”
“Istri kamu bekerja atau tidak?”
“Di rumah bos, rencananya kami ingin segera punya momongan, jadi memang istri tidak perlu terlalu lelah bekerja”
“hmmmmm”
“Memang kenapa bos?”
“Mungkin itu yang bikin kamu susah konsentrasi , karena kamu mikirin istri kamu terus”
“Ya maklum lah bos,namanya juga pengantin baru. Bos juga gitu kan waktu menikah?”
“Ya tapi bisa profesional dong, mana waktu kerja mana waktu ngelamun”
“Ya bos”
“Kamu lebih suka wanita yang gimana kalau di ranjang?”
“Waduh bos, malu saya ceritanya,ya biasa saja , ga ada yang spesifik”
Aku heran dengan semua pertanyaan bosku tentang kegiatan rumah tanggaku. Dan sampai beberapa minggu sesudahnya, ia lebih sering bertanya bagaimana aku melakukan kewajiban rohani terhadap istriku daripada hasil kerjaku.
Aku makin tidak konsentrasi berkat ulasan bosku. Awalnya kupikir ia sedang ada masalah dalam rumah tangganya dan sedang butuh inspirasi dari pengantin baru. Namun saat aku mencecar Yuni, kudapati bahwa rumah tangganya baik-baik saja dan sedang mengurus visa perjalanan ke Eropa sekeluarga.
Suatu pagi bosku datang lebih pagi dari aku, bahkan lebih pagi dari Yuni yang biasa datang paling pagi di kantorku.
“Emil”
Aduh,kena omelan tajam lagi pikirku.
“Ya bos”
“Kesini sebentar”
“Ya bos”
Aku memasuki ruangan bosku sembari menunduk. Segan karena mungkin aku melakukan kesalahan kesekian kali dan menyiapkan mental untuk menerima semprotan paginya.
“Kalau yang model begini kamu suka ga?”
Aku mendongak dan mulutku menganga. Mataku tertumbuk pada tubuh bosku yang hanya terbalut lingerie hitam minimal yang amat seksi. Mendadak semua omelan setiap hari dari bosku mendapatkan alasannya.


(ShortStory) DURASI


Aku melongok menyusuri deretan kertas yang ditumpuk begitu saja diatas mejaku. Pekerjaan lemburan lagi,batinku. Jam di laptopku menunjukkan pukul 6 sore. Dan seharusnya malam ini aku bergegas pulang demi menemui kekasihku. Tapi kalau aku melakukannya, bosku akan kalap dan entah bagaimana ia akan mengeluarkan desis ularnya yang berbisa.
Suara Bruno Mars dalam prosa Liquor Store Blue-nya membangunkan lamunanku. Oh well, aku mengenal siapa yang meneleponku. Haruskah aku mengangkatnya? Aku selalu merasa jantungku berdebar tiap nomer tersebut muncul di layar ponselku. Aku seperti berada di dua dunia, menjadi dua pihak yang berlawanan. Salah satu, entah suara siapa bilang aku tak perlu mengangkatnya. Suara satu lagi,mungkin suara hati berbisik, aku harus mengangkatnya. Seperti mendadak muncul seorang ustdaz yang berceramah bahwa tidak boleh durhaka pada orang tua. Lalu si ustadz yang lain juga muncul dengan sorban hitamnya, berkata,bahwa tidak boleh bersikap tidak baik pada orang tua. Sementara mengangkat telepon adalah kewajiban, dan bersikap baik juga adalah kewajiban. Padahal aku sendiri tak terlalu bersemangat dengan kewajiban itu. Peduli apa,kataku.
Akhirnya aku mengalah. Aku mengangkat telepon tadi.  Dan sepertinya otak bawah sadarku memasang sendiri mesin penjawab telepon tertentu, secara otomatis aku menjawab satu demi satu pertanyaan dengan sangat sistematis.
“Sudah makan?”
“Belum”
“Masih di kantor?”
“Masih”
“Disini hujan deras dan sesiangan tadi panas menyengat”
“Hmmmm”
“Gimana pekerjaan?”
“Baik”
“Jam berapa pulang?”
“Belum tahu”
“Ada pesan apa?”
“Nggak ada”
“Ya sudah, hati-hati ya”
“Ya”
Dan durasi panggilan yang tertera di ponselku adalah 40 detik. Semakin hari rasanya durasinya makin pendek.
Aku tidak mengingat dengan jelas mengapa selama bertahun aku bekerja di ibukota dan hidup sendiri, rasanya durasi telepon tadi memendek dari hari ke hari. Aku menghitung dulu durasi telepon itu bisa selama 120 menit. Dan pada tahun kelima aku di Ibukota, durasi terakhir telepon itu hanya sepanjang 44 detik.
Aku melongok ke jendela dekat mejaku. Mencari ruang kosong ditengah pendar lampu kendaraan yang menyemut dibawah sana. Tidak ada ruang kosong. Ruang kosong itu didalam hatiku. Menemani jantung yang selalu berdebar. Dan aku mengingat tiap saat hilangnya durasi telepon dari ibuku.
Adalah saat aku dipaksa masuk untuk bekerja disebuah institusi pemerintahan di kota kelahiranku. Aku benci itu. Aku sudah melalui banyak paksaan dalam hidupku, terutama saat aku harus memilih kuliah di fakultas teknik. Dan atas nama patuh pada ibu, aku mengikutinya. Dan saat aku tahu aku gagal, aku seperti sedang di puncak dunia. Bahagia. Ibuku, terus menerus menenangkan dirinya bahwa apa yang kujalani saat ini adalah kebaikan. Ia menenangkanku yang sebenarnya ia lakukan adalah menenangkan dirinya sendiri.
Adalah saat aku pulang ke rumah dan terasa seperti sedang menghadap bosku yang berbisa itu. Pertanyaan tentang bagaimana kemajuan yang terjadi dalam hidupku terus berdengung bahkan hingga waktu makan malam tiba.
Adalah saat aku diputuskan oleh kekasih yang amat kucintai. Ibuku berkata itu hal biasa dan sebaiknya aku tidak memikirkannya.
Adalah saat aku memilih karirku sendiri. Dan ibuku masih terus khawatir tentang masa depanku.
Aku sudah tidak mengingat betapa banyak hal yang menjadi pengurang durasi komunikasi antara aku dan ibuku.
Air mataku menitik. Meski durasi itu makin berkurang seiring usia ibuku, aku tetap selalu berbisik dalam hatiku,memohon pada Tuhan yang Maha Baik, untukku memberi waktu lebih agar aku bisa membahagiakannya.
Aku mengusap bulir air di pipiku. Mataku kembali terpaku ke seluruh pekerjaan lemburku.
Bruno Mars kembali bernyanyi dan aku membiarkannya terus menerus bernyanyi. Membiarkannya bosan dan hingga mati sendiri.
Namun Bruno Mars selalu bernyanyi tiada henti. Kulihat nomernya. Masih nomer yang sama.
Aku melenguh. Selalu begitu. Ibuku selalu mengulang teleponnya.
Ada satu hari yang kuingat ,saat itu aku sedang dalam pertemuan penting dengan bosku. Ibuku menelepon. Kuangkat dengan cepat, berharap itu adalah berita penting entah apa.
“Halo bu”
“Halo, kamu mau baby doll warna ungu buat tidur ya? Lagi ada diskon ini, murah”
“Oke bu”
“Kalau kaus kaki warna warni mau?”
“Oke bu”
“Baby doll-nya ada warna pink, apa beli dua ya?”
“Oke bu, aku lagi meeting bu,sebentar ya, nanti aku telepon”
“Oke”
Selesai. Ibuku selalu begitu. Dan kuputuskan kuangkat telepon ibuku lagi.
“Halo bu”
“Ibu koma, masuk rumah sakit,pulang cepet” . Suara adik laki-lakiku terasa berat.
Dan kepalaku berat. Sangat berat, terberat yang pernah kurasakan dan pandanganku makin gelap.
Namun tubuhku ringan. Aku merasa bertemu ibu di ujung sebuah jalan entah dimana. Ibuku berkata
“Baik-baik ya nak. Karena Ibu sayang kamu”
Aku memegang erat tangan ibuku didepan seberkas sinar yang amat terang, besar dan menyilaukan.
Bersimpuh menangis aku memohon
“Tuhan, beri aku sedikit durasiMu”

(ShortStory) DEMI FATWA


Senja mendulang sepi dan aku tidak ingat apa-apa lagi. Lelaki itu memelukku amat jauh. Menyentuh titik terdalam dari tangisku yang tak dapat kutahan lagi. Aku bergelora, aku bergairah, aku marah dan aku sangat ingin menikam jantungku sendiri. Setidaknya berusaha untuk menghentikan debar yang selalu datang tiap saat. Bukan, bukan karena aku adalah raga yang diisi nyawa dan jantungku seharusnya berdebar pertanda kehidupan. Tetapi karena amarah yang tak sempat lagi diluapkan sebelum kedatangan berikutnya.
Aku ingin menghela napasku dan bertanya, bagaimana bila aku berada diantara langit-langit Tuhan diatas sana atau dibawah sini. Aku pun tak tahu dimana itu berada. Aku hanya berandai-andai dan membiarkan pikiranku menerawang mengingat bahwa sebelum aku jatuh ke bumi, aku tak ingat aku pernah ada diantara lelangit itu.
Lelaki itu memekik. Aku membiarkan ia merasa menjadi raja di bumi. Setidaknya yang aku tahu ia takkan pernah jadi raja di kolong langit milikNya. Biarkan saja dulu ia menjadi raja disini, dan aku adalah sang permaisuri, bisa juga sang gundik, atau sang perempuan binal yang menyewakan organ penjepit bagi para lelaki yang menyukai lendir tubuhku.
Kisah ini memang menjijikkan. Memang dahsyat seni olah tubuh antara dua manusia itu. Tidak perlu banyak usaha untuk berlari kecil tiap pagi di taman kota, manusia akan selalu menghasilkan keringat tiap kali ia bersedia untuk memberikan geliat tubuhnya bagi manusia lain.
Kadang aku tak mengerti mengapa orang begitu sulit menjaga cinta mereka. Aku mencintai manusia lain, dalam versiku. Aku mencintai ibuku. Aku mencintainya dengan cara memberikan semua yang ia inginkan. Aku cium tangan dan pipinya yang mulai menua. Aku memberinya bingkisan yang kurasa ia suka, aku mempersembahkan baginya karir yang ia ingin aku jalankan.  Aku ingin berbakti pada ibuku dan itulah yang aku rasa aku bisa lakukan sejauh ini. Aku tahu aku takkan pernah mampu membalas jasanya karena telah memelukku selama 9 bulan setiap detiknya. Kemudian ia mengejan dan mengeluarkan banyak darah dan nyawanya hampir terlepas dari raganya yang rapuh demi aku. Lalu dengan segala upayanya, ia bekerja keras mendapatkan uang demi membesarkan aku menjadi seperti sekarang. Aku tahu aku takkan bisa membantah apapun tentang itu dan memang tak ingin. Maka aku hanya bisa mencoba menjadi anak yang selalu mengangguk untuknya. Juga bapakku. Bapakku yang dulu pernah meneror ibuku dengan jiwanya yang labil dan pemarah. Bapakku yang menyayangi aku dengan cara memaksaku belajar keras hingga aku menjadi lebih pintar dari teman-teman sekelasku. Bapakku yang rela berbuat apapun demi aku. Maka aku juga mencintainya karena itu. Aku menikah karena bapakku. Dan itulah yang bisa kuperbuat baginya. Meski semua jasa kedua orangtuaku tadi takkan pernah mungkin kubalas meski dengan darahku sendiri.
Disinilah aku. Amarah belasan tahun terpendam dalam sekali teriak. Setidaknya aku selalu punya alasan berteriak saat aku bergumul dengan manusia lain. Orang takkan menyalahkan aku saat aku berteriak. Bayangkan kalau aku berteriak saat aku di pantai atau di gunung. Semua orang akan tahu bahwa aku sedang tertekan. Dan bukan itu yang ingin kutunjukkan pada dunia. 

Jumat, 05 Juli 2013

Bulan Puasa

Resolusi untuk revolusi. Kalimat yang penuh bullshit tapi perlu. Siapa yang ga pernah bilang ke diri sendiri buat melakukan sesuatu yang wow,yang cetar,yang ugh? Walau cuma satu kalimat,ya itu namanya resolusi.

Nah,karena udah mau puasa Ramadhan yang notabene adalah hari bebersih,so ga ada salahnya donk bikin resolusi,scara yaa taun ini ga ada resolusi apa apa #boong.

Hmmmm evaluasi dulu yah
Pertama,resolusi januari kemaren adalah dapat kerjaan baru,yang tercapai di bulan April. Lalu lamaran nikah yang tercapai bulan Maret. Lalu masuk ke sebuah perusahaan idaman yang tercapai bulan Juni. Lalu punya teman-teman baru of course. Dari sisi mental masih banyak yang musti dibenahi,dan ini yang bakal jadi PR bulan puasa nanti.

Ya itu...cuma itu resolusinya..ga tinggi2 amat,tp kl tercapai,langit jg bs jd tempat jalan jalan.

Apa resolusi bulan puasamu?

Jumat

Adaptasi itu mahal. Mungkin ini adaptasi tersulitku,mungkin aku akhirnya dicoba di sebuah tempat yang aku bisa saja menyerah untuk beradaptasi. Mungkin bisa saja aku berhasil. Banyak orang berpikir adaptasi adalah mudah buatku mengingat sejarah perpindahan kerja selama setahun terakhir. Tapi Tuhan punya rencana lain. Tidak selamanya tempat baru ramah dan bisa menerimamu seperti kamu menerima mereka.
Aku hanya bisa menghela nafas. Hahaha dan sedikit tertawa. Mentertawakan diri sendiri. Yang bisa saja mati konyol dalam perjalanan idealismenya sendiri. Sudahlah,ini Jumat. Tunjukkan saja yang dipunya,dan pergilah saat sedang ada di puncak. 30 hari.

Kamis, 04 Juli 2013

Good Nite

I am not and never stop caring, i just stop pleasing people.

Missed Calls

Beberapa minggu belakangan ini,lebih jarang angkat teflon eh telfon. Bukan karena sibuk atau ga ada sinyal sih,tapi memang buat sinyal kalau aku ga perlu dicek secara fisik kalau aku tidak kekurangan satu apa haha. Seperti meremehkan perhatian?marilah kita mulai dari diri kita sendiri untuk lebih terbuka pada hidup orang lain,meski dengan cara sedikit kejam.
You know what,ini bukan sarkasme,tapi rata-rata orang yang menelepon kita dan bertanya secara intensif,adalah orang yang ingin dengar apa yang mereka ingin dengar.
Misal,apakah aku sudah makan,bagaimana aku menjalani hariku dan apakah aku sudah bla bla bla. Lalu kalau aku jawab sesuai ekspektasi,mereka akan puas lalu menutup telepon. Bagaimana kalau aku jawab sesuai keadaanku sebenarny?mereka hanya menganggap itu keadaan biasa dan mereka tetap menyimpulkan aku baik baik saja,persis seperti apa yang ingin mereka dengar. Lalu mereka akan berkata aku harus ini harus itu berceramah panjang tanpa mereka pernah ada di posisiku sebelumnya. Ya,sesuai dengan apa yang mereka mau. Aku menelepon karena benar2 ingin tahu keadaan mereka. Dan sesudahnya,selalu berpikir bagaimana cara membantu mereka.
Jadi kalau beberapa telepon tidak terangkat,karena aku tidak mendapat urgensitas mengangkat telepon itu dan memuaskan mereka,sekalipun itu telepon dari rumah. Aku punya kegiatan lain buat dilakukan.
Meneleponlah kalau kalian benar-benar peduli pada keadaan seseorang,bukan hanya karena ingin mendengar apa yang ingin kalian dengar. Yang kalian telepon itu juga manusia,by the way. Oh telepon tersingkatku adalah 28 detik,rekor sampai hari ini.

Daily routines,monthly salary,secure the future,married life,children,i dont even get the points why i should live life like you all do.

I dont even want to share my life,my room,my money,my future with random guy.

I wanna take a journey to the world,from mountains to beachs only with people i know. Not with friends of friend.

Thats why hang the phone on is my awkward moment.

Go with your rules. I am alive creature by the way. So why should i hang on ur calls?

Mari mulai generasi baru untuk lebih mendengar dan peka pada rasa orang lain. Cobalah pakai kacamata dan sepatu mereka. Dan jarang2lah selalu memuaskan dirimu sendiri saat sedang bersama orang lain,entah itu anakmu,suamimu,istrimu,orang tuamu,bosmu,staffmu,office boy kamu,satpam kamu,presiden kamu.

Mungkin bisa dimulai dengan jarang mengangkat teflon eh telepon.

Postingan yang kejam?yeaa,sesekali kamu tidak harus baca hanya yang kamu ingin baca dari blog ini.

Mau pinjam kacamata dan sepatuku?

Enjoy.

Akhirnya Aku

Awalnya,aku memutuskan sebuah pilihan atas banyak saran. Mendengarkan saran dari banyak pihak. Memang hal itu menambah wawasan untukku sendiri. Namun di akhir hari,keputusanku sendirilah yang harus kudengarkan lalu kujalani.

Bergerak

Tidak semua hal yang kita tidak suka adalah buruk,tidak semua hal yang kita suka adalah baik. Kita harus dipaksa untuk menjadi manusia utuh,sejak lahir. Saat kita masih dalam kandungan,ibu mendorong kita untuk keluar. Berkat paksaan itu,kita bermula dari janin kemudian jadi manusia. Kita dipaksa sekolah,untuk bisa menjadi manusia berilmu. Kita dipaksa menghadapi keadaan saat kita ingin bersembunyi. Pelan tapi pasti,kita menjadi kupu-kupu. Kita harus memaksakan diri sendiri mendorong sekuat hati meski sakit bukan main agar terus bergerak,dan tidak memperlambat langkah dengan menoleh terus menerus. Kita adalah yang mendorong diri sendiri,karena hidup adalah tentang gerakan. Meski kesakitan,kita masih bergerak.

Karena Rasa Nggak Pernah Bohong

Hari ini aku main ke kantor lama. Masuk ke tempat orang-orang yang kocak setengah mati. Ketawa puas dan makan siang bareng. Sempat menyiratkan bahwa aku akan kembali. Beberapa mendukung,sebagian melarang. Yang mendukung terutama orang-orang yang menghambakan diri pada rasa nyaman. Yang melarang datang dari kalangan logis. Buat sebagian orang,keluar dari tempat yang bisa memberikan jaminan uang pensiun adalah hal yang bodoh. Anak perusahaan bumn adalah senjata abadi yang banyak diincar pencari kerja sebagai lokasi berlindung. Tapi bagaimana dengan hati?apakah ia bisa disetel seperti mesin sehingga mampu menerima segala masukan?Bagaimana dengan rasa nyaman?bagaimana dengan jujur bahwa aku tidak nyaman?kadang harus ada yang memperingatkan aku bahwa aku sebaiknya logis,tapi kadang ada yang harus memberitahu bahwa rasa nggak pernah bohong.

Selasa, 02 Juli 2013

Saat Aku Menatap Aku

Di kamar kosku yang luas itu (yang sewajarnya diisi 2 orang) aku tidak punya cermin besar. Hanya ada cermin seukuran separuh wajah yang kugantung didekat televisi. Dari kecil memang tidak terlalu suka bercermin,dan memulas wajah,walau tampaknya hal itu sudah jadi kemestian bagi wanita apalagi saat ini. Hari ini aku coba menatap diriku sendiri didalam cermin. Dan itu yang membuat aku sampai kantor pukul 9.

Aku memandang mataku. Sudah berapa lama aku mengabaikan tatapan mataku sendiri? Sepertinya sudah lama sekali. Dulu aku pernah bercermin,saat usiaku 17 tahun dan sedang bersiap sholat Idul Fitri. Aku menatap mataku sendiri dan benar-benar menatap,lalu aku kaget. Tahukah, mataku itu seperti mata orang menangis. Bedanya,kalau orang menangis,maka matanya akan tampak merah dan seperti ada genangan air didalamnya,berkaca-kaca. Nah mataku,seperti mata orang menangis tanpa efek merah. Jadi seperti ada genangan air,berkaca-kaca dan kalau orang memperhatikan betul,mereka pasti akan bertanya "Kamu habis nangis ya?". Padahal enggak.

Sudah beberapa kali aku mendapat pertanyaan serupa,dan aku tidak memperhatikan. Cermin hanya kupakai untuk merapikan kerudungku dan sudah. Mungkin aku kelewatan dalam hal ini.

Pagi ini,menghabiskan sekira 30 menit untuk mengobrol dari mata-ke mata (karena kalau lihat mata,cerminku tidak bisa menampung pantulan mulutku). Setiap hari aku melihat mata orang lain saat bicara dengan mereka,dan hari ini aku melihat mataku sendiri.

Aku bertanya apa yang aku mau padanya. Dan ia cuma menjawab ia ingin bahagia. Aku bertanya apakah ia sudah bahagia. Ia bilang ia bahagia karena sudah menuruti kata orang tua. Tapi apakah ia bahagia. Ia berkeras ia akan bahagia dengan cara itu. Aku memojokkannya dan berkata apakah ia benar-benar bahagia dengan jalan yang ditempuh. Ia menjawab tidak. Lalu apa yang membuat ia bahagia. Ia berucap,bahwa bahagia itu sederhana. Aku bertanya mengapa aku tidak bisa begitu. Ia menjawab sebenarnya untuk bahagia adalah dengan merasa lega,melihat dunia. Aku bilang padanya bahwa aku tak mengerti apa maksudnya. Melihat matanya,aku ingat diriku sendiri bahwa di suatu hari ada seorang anak yang punya banyak mimpi dan itu termasuk menjadi insinyur telekomunikasi persis seperti pamannya,dan memiliki sebuah rumah di dekat sawah,lalu punya perpustakaan, membangun TK, berdandan rapi,punya suami yang bahagia,tidak harus punya anak,berjalan keliling dunia,menulis buku dan membantu orang lain. Di suatu hari anak itu telah mencapai beberapa dan di sebuah hari pula,anak itu berhenti bermimpi hingga saat ini. Entah ia merasa sedang berjalan di mimpi orang lain, entah ia kehilangan mimpinya,entah mimpinya dicopet keadaannya.
Entah bagaimana, ia tersesat. Ia membutuhkan pertolongan, bukan dari manusia lain yang makin membuatnya terjepit dan semakin menguap. Ia hanya harus mengulurkan sujudnya lebih lama untuk bercakap dengan Sang Maha,tepat setelah ia menemui dirinya sendiri didepan cermin pagi ini.

Berhadapan dengan diri sendiri ternyata sangat menyeramkan.

Senin, 01 Juli 2013

Business Development : Ladang Pahala

Yuhuuu, pekerjaanku di perusahaan ke-5 saat usiaku 27 tahun ini adalah sebagai staff strategi korporasi. Hahaha,jebakan batman. Namanya keren kan. Tugasku adalah berkhayal. Dan secara literal,kata itu memang disebutkan oleh pimpinan divisiku tepat didepanku. "Tugas kamu ilma,memang banyak berkhayal" begitu katanya. Siapa sih yang tidak suka duduk diam berkhayal,melamun,senyum,lalu merengut. Keren ya,tapi karena cuma berkhayal itulah,gajinya juga tidak seberapa.

Sudah sejak awal 2012 aku mencoba mengirim aplikasi sebagai staf business development di perusahaan ini. Sejak ada lowongan di situs pencari kerja dan aku sangat rajin mengirimkan aplikasi. Baru pada awal Januari mereka memanggilku dan dimulailah segala proses seleksi yang menguras waktu dan uang.

Puas karena diterima? Sudah tentu. Bagaimana situasinya? Hahaha,entahlah. Sejauh ini aku menyukai deskripsi kerjaku. Aku diharuskan mempelajari bermacam teknologi yang sedang tren,sedang dikembangkan dan bahkan aku bisa melamunkan bermacam teknologi yang belum ada,untuk kemudian dituangkan menjadi sebuah aplikasi. Keren kan,hahaha,tidak mudah. Memang tidak ada yang mudah di dunia ini. Tapi aku akan terus belajar.

Saat ini aku sedang mencoba aplikasi fttx untuk di kawasan Industri. Satu perusahaan ini belum pernah ada yang menyambangi teknologi optik itu,hanya aku. Jadilah segalanya ada di aku. Menjadi semacam konsultan untuk perencanaan. Melelahkan,sekaligus menakutkan. Semua orang bertanya. Mulai dari direksi sampai tim marketing. Shit happens.

Hari ini rencananya aku dan bosku,akan mendatangi salah satu vendor IPTV. Sudah terbayang di tahun 2020 nanti, isi rumah adalah dinding gelas yang bisa terkoneksi dengan internet dan menjadi IPTV. Aku sendiri sedang mengembangkan beberapa aplikasi untuk maksimalisasi IPTV. Selain bisa memilih channel based on request, IPTV seharusnya bisa membantu pengguna untuk menentukan keputusan. Misalnya saja,mereka melihat di kaca mereka,ramalan cuaca dan pantauan kemacetan. Hal itu akan membantu mereka untuk mempersiapkan hari itu.

Bukankah ada ayat Al Quran yang menyatakan "Mudahkanlah orang lain,berilah kabar baik" ? Ladang pahala dong hehehe


Sabar

Orang yang terbiasa berinteraksi dengan fasilitas publik dan pelayanan publik,pasti pernah dengar kata satu itu "Sabar". Diucap secara literal,atau dengan perumpamaan,kata tadi memang harus diserap oleh sebagian besar orang yang bersedia memakai jasa pelayanan publik seperti di Jakarta.

Misalnya saat menumpang Busway. Busway punya banyak sekali armada. Meski kadang ia datang tidak tepat waktu,hal itu bukan murni kesalahan mereka,karena memang banyak pemakai jalan raya terutama mobil yang kurang cerdas. Mereka yang bermobil masih saja memakai lajur busway dan menjadi biang macet. Apalagi ketika mobil hanya ditumpangi satu orang dan berukuran besar. Nah,kembali ke busway. Busway biasanya berdesakan. Sangat identik dengan lelah,bau keringat meski AC busway disetel maksimal,lalu berhimpitan. Kenapa bisa begitu? Karena orang tidak sabar. Beberapa hari lalu aku coba memaknai sabar ini saat menunggu busway datang. Aku menyambangi halte pada pukul setengah tujuh pagi di hari kerja. Di jalan raya,macet seperti biasa. Halte masih sepi,hanya terlihat beberapa orang penumpang. Lalu armada busway pertama datang. Sangat penuh dan calon penumpang disebelahku memaksa masuk. Jadilah ia berhimpitan. Aku diam dan tidak terjebak dengan keadaan. Busway kedua datang, masih saja penuh. Ia kuabaikan. Busway ketiga sama penuhnya,dan aku masih mengabaikan. Jam menunjukkan pukul 7. Lalu busway ke-empat datang,masih sama penuhnya,aku masih tidak tertarik menumpang.Dan ternyata,pas dibelakang busway ke-empat tadi,ada sebuah busway yang hanya berisi 10 orang dengan banyak tempat duduk kosong. Buru-buru aku menaikinya. Dan aku duduk santai didalam busway yang membelah kemacetan panjang,tidak berhimpitan,dingin,murah dan bisa melanjutkan tidur. Aku mempraktekkan strategi yang mungkin tidak banyak dipikirkan orang Jakarta saat ini. Voila..sabar menunggu.