Jumat, 30 Agustus 2013

Kegagalan Terbesar Hari Ini

Banyak orang mengutarakan bahwa rasa kegagalan terbesar mereka biasanya terletak pada kegagalan memupuk materi, jabatan atau hal tertentu. Atau bisa juga gagal membina hubungan,dengan keluarga biasanya atau dengan lingkungan kerja. Kalau gagal saya hari ini,yang terbesar adalah, gagal menemui dokter gigi.

Minggu ini adalah minggu sibuk buat saya. Saya sedang menyiapkan pembelian jalur kabel optik dan pembangunan kawasan baru. Semua dokumen harus saya buat. Termasuk dokumen perjanjian sampai teknis. Dukungan minim sekali. Karena semua orang sibuk dengan target masing-masing. Lalu ditengah kesibukan yang membuat gila itu, saya meminimalisir untuk menambah persoalan dengan berhubungan dengan orang lain. 

Teman baik saya menikah akhir minggu ini di Jogja. Sepertinya rasa persahabatan saya sering diuji saat saya sedang sangat sibuk. Dulu teman baik saya yang ada di Jogja menikah. Sementara saya ada di Surabaya. Saya harus menumpang bis yang semestinya hanya memakan waktu 6 jam, pada hari itu menjadi 20 jam karena ada truk terguling. Saya tepat waktu sampai di resepsi pernikahan teman saya. Sempat berfoto diwaktu akhir jam resepsi,dengan meminjam kebaya ibu saya. 

Hari ini saya amat lelah. Musim pancaroba yang seakan baru dimulai, membuat badan saya makin merunduk. Belum lagi setiap hari ada meeting yang membingungkan hahaha. Lalu tiket yang harganya mencekik leher. Lalu teman yang tidak kooperatif dan sangat bossy. Rasanya saya ingin memakan-memuntahkan hal-hal ini. 

Saya berjanji untuk menyelesaikan sebuah dokumen hari ini. Dan seharusnya ada meeting yang membahas hal ini direncanakan pada pukul 2 siang. Saya memiliki janji dengan seorang dokter gigi di bilangan Kuningan untuk periksa gigi. Saat saya datang ke kliniknya, saya menunggu lebih dari satu jam dan saya pulang tanpa bertemu sang dokter. Ia sedang makan siang di Plasa Senayan,dan saat saya akan membuat janji untuk temu minggu depan,ia berkata bahwa ia akan mengambil cuti dalam 2 minggu kedepan. Terpaksa saya pulang karena saya harus memenuhi meeting pukul 2. Sesampainya di kantor, teman-teman yang seharusnya meeting telah siap. Namun, sang GM masih terlihat di ruangan direksi dan memundurkan waktu meeting hingga entah jam berapa. Dan tahukah, saya seharusnya sudah berangkat ke stasiun pada pukul setengah 5 sore karena kereta akan berangkat pukul setengah 7 malam. 

Apa kegagalan terbesar hari ini?

Saya tidak merasa gagal. Banyak orang dengan tanpa memenuhi janji atau konfirmasi-lah yang telah menggagalkan seluruh rencana hari ini. 

Selasa, 27 Agustus 2013

Mimpi (3)

Saya juga sebentar lagi,jika Allah mengijinkan, saya akan melangsungkan pernikahan. Proses saya bertemu Taufiq,calon suami saya juga terbilang rumit bagi saya. Harus mengalami proses patah hati yang menyakitkan sebelum akhirnya bertemu dia. Lagi-lagi,saya mengucap sesuatu kepada angin,kali ini pada angin pantai Losari disebuah senja,tanpa ambisi. Saya berbisik,tolong jangan biarkan dia pergi. Adalah saat saya dijadwalkan harus pergi dari Makassar esok hari dan ia masih tinggal di Makassar. Kami bekerja untuk perusahaan yang berbeda. Dan kemungkinan tidak bertemu lagi adalah jauh lebih besar daripada kemungkinan sebaliknya.

Sama seperti di landasan,saya dengan tanpa ambisi berbisik,tolong jangan biarkan dia pergi.

Padahal saat itu saya bukan siapa-siapa baginya. Saya baru bertemu meski kami sering berkomunikasi via chat online sebelumnya. Dia bukan tipe pria idaman saya yang tidak merokok,tidak berambut panjang dan bukan insinyur. Tapi entah bagaimana,saya memohon tanpa harap agar ia tidak pergi dari saya.

Lagi-lagi,apa yang kita ucap tanpa ambisi itulah yang akan dipeluk Tuhan. Ambisi mungkin adalah penghalang dari terkabulnya harapan. Saya mempelajari itu.

Kini pria yang saya mohon jangan pergi pada Tuhan itu dalam dua bulan kedepan akan mengucapkan akad didepan orang tua saya,untuk menikahi saya,menjadikan saya tulang rusuknya,dan kami akan berada dalam satu bahtera yang sama.

Mimpi itu adalah bisikan tanpa ambisi. Tuhan mencintai jiwa tanpa ambisi namun berharap.


Mimpi (2)

Entah bagaimana saya tidak punya mimpi atau memang saya sudah kehilangan mimpi. Mmmmm, patetis yah.
Saya bingung membedakannya. Mimpi itu personal. Dan mimpi paling awal dari masa kecil adalah saya ingin jadi insinyur telekomunikasi seperti Om Budi. Sempat lupa dengan mimpi terawal dari fase hidup saya karena Om Budi meninggal. Om Budi adalah orang yang pertama kali di tahun 1993 memperkenalkan istilah internet pada saya. Beliau juga memperkenalkan istilah ITB , tempat kuliah bung Karno. Juga Informatika. Om Budi memperkenalkan itu semua kepada seorang anak yang masih duduk di bangku kelas 2 SD, yang tinggal di Yogyakarta, tidak tersentuh teknologi tinggi, dan hidup di lingkungan yang sederhana, sesederhana keluarga guru SD bergaji kecil. Beliau juga memperkenalkan tas ransel merk Alpina yang sangat saya banggakan karena pada jaman itu,masih sedikit orang yang memakai tas ransel,apalagi wanita. Sejak itu,saya ingat, saya ingin menjadi seperti Om Budi. Bekerja sebagai insinyur internet,saya sebut begitu. Om Budi bekerja di Indosat, dan pada tahun keduanya, perusahaan muda itu mengirimkan Om ke Amerika untuk membeli perangkat microwave. Om Budi yang lulusan ITB itu adalah sosok paling cerdas dalam versi saya. Yang kedua adalah bapak saya, karena saya tidak tertarik menjadi guru.

You know what. Ada mimpi yang terus dikejar. Ada mimpi yang terus diulang tanpa sadar didalam hati. Dan ternyata, apa yang menjadi mimpi tanpa ambisi itu akan didukung oleh semesta. Konsep ini saya pahami beberapa tahun lalu.

Saat saya lulus kuliah dan belum wisuda, saya menghabiskan satu hari di dekat landasan pesawat. Mengatakan dengan tanpa ambisi,bahwa saya ingin bepergian terus memakai pesawat,berkeliling Indonesia,dan gratis. Saya juga ingin bekerja disebuah operator telekomunikasi yang memungkinkan saya menjadi insinyur internet. Saya ingin membuat desain di sebuah operator telekomunikasi,memungkinkan saya berkeliling dunia dengan gratis,menuliskannya,dan menjadi anak yang membahagiakan orang tua saya.

Hehehe,lucunya,saya saat itu bahkan tidak tahu apa yang harus dilakukan demi keinginan tadi. Maka saya menghapusnya. Tidak pernah mengingat lagi karena tahu ucapan saya di tepi landasan pesawat itu mungkin ditelan angin.

Eh ternyata tidak. Ada kalimat yang jika diucapkan tanpa beban meski itu adalah harapan, bisa berbuah kenyataan,walau butuh waktu. Saya ingat betul saya ucapkan keinginan saya diatas tadi tanpa gebu yang biasa mengiringi orang-orang yang bermimpi. Tanpa ambisi. Tidak tahu tangga yang harus dilalui.

Ternyata kalimat tadi didengar Tuhan, diserap alam.

Perlahan pintu bagi saya menjadi insinyur terbuka. Buat sebagian besar teman saya,adalah hal yang tidak mungkin menjadi insinyur di bidang telekomunikasi. Lalu kesempatan untuk berkeliling gratis ke Indonesia juga dijalan yang sama. Dan melalui jalan yang sedikit menanjak,saya juga memasuki posisi yang saya inginkan.

Maka,mimpi itu personal. Mimpi itu bukan tentang kehebatan seseorang. Ia adalah pencapaian personal. Buat saya, "wah hebat dia bisa menjadi ini itu". Ya karena dia punya mimpi. Dan sang pemimpi tidak boleh berkata "Ini lho aku, hebat ya bisa memenuhi mimpi". Ya karena mimpi itu personal. Tidak ada persaingan dalam hal ini. Saya yang bermimpi, dan bagaimana pencapaiannya,adalah berbeda dengan mimpi orang lain dan bagaimana mereka mencapainya.

Mimpi yang terwujud mungkin adalah mimpi yang kita ucap tanpa harap dan melepaskannya begitu saja ke udara. Kita tidak pernah tahu,mana mimpi yang dipeluk Tuhan dan dirawat semesta sampai waktu tiba.

Milikilah mimpi, setiap detik.

:)

Tidur yuk.

Mimpi (1)

Seumur hidup saya belum pernah mengejar mimpi saya. I swear. Saya akan mengaku saya adalah orang yang mungkin tidak punya mimpi.
Saat anak-anak SD lain ditanya ingin jadi apa, saya tidak pernah menjawab apakah saya ingin jadi guru,dokter,insinyur. Tidak sama sekali. Saya mencoret profesi guru karena saya tidak mampu menjadi seperti orang tua dan kakek saya yang adalah guru SD. Dan mengajari anak SD pastilah butuh sesuatu yang sangat besar,mungkin disebut kesabaran. Lalu apa cita-cita saya waktu SD? Menulis novel. Saya punya buku besar yang saya isi dengan lembaran cerita karangan saya. Saya juga selalu dapat nilai bagus kalau soal mengarang, diluar fakta apakah saya memang "Berlibur ke Rumah Nenek" atau "Pergi ke Gunung", saya selalu bisa meyakinkan bu guru bahwa saya memang pergi mengunjungi tempat yang saya sebutkan dalam karangan. Faktanya, saya memang tinggal dan termasuk berlibur, di rumah nenek. Dan saya memang pergi ke gunung, karena saat itu bapak sedang punya bisnis dengan temannya,perkebunan jamur di gunung.

Ada sangat banyak orang menulis di blog mereka tentang mimpi mereka,dan bagaimana mereka mencapai mimpi itu. Ada orang bermimpi sekolah di universitas tertentu, ada yang sekolah ke luar negeri, ada yang menulis novel, ada yang menjadi PNS, dokter, dosen. Banyak.

Saat SD, saya tidak bermimpi menjadi apa. Saya punya terlalu banyak imajinasi tentang dunia yang ingin saya layari. Sampai SMA, keinginan terbesar saya adalah melayari dunia. Berjalan-jalan ke belahan dunia lain. Saya tidak punya keinginan untuk kuliah di tempat tertentu seperti kebanyakan teman saya yang lain. Saya tidak punya keinginan menjalani profesi tertentu.

Saya cuma ingin menulis dan bepergian. Saat saya lulus kuliah, saat banyak teman saya berbondong-bondong melamar menjadi PNS dan mengajukan beasiswa ke luar negeri, saya justru sedang duduk di halaman rumput dekat landasan pesawat di bandara kota saya. Saya melihat pesawat lalu lalang. Saat itu saya masih ingat keinginan saya untuk melayari dunia.

Saya mungkin tidak pernah punya mimpi. Saya tidak punya mimpi untuk menjalani profesi tertentu, tidak punya mimpi menjadi PNS, mimpi kuliah ke luar negeri, mimpi menjadi istri, mimpi menjadi ibu. Saya tidak pernah punya mimpi seperti mimpi yang dimiliki orang lain.

Saya cuma ingin melayari dunia.


Selasa, 13 Agustus 2013

Kamis, 08 Agustus 2013

Checklist Sejauh Ini

Di usia saya yang belum genap 28 tahun ,yang tinggal sebulan lagi, saya sudah paham beberapa poin penting untuk menjadi catatan dalam memutar roda hidup.
Diantaranya :
1. Keluarga bahagia adalah segalanya. Bahagia berarti sehat jasmani dan rohani. Dan hal ini tidak bisa dibeli dengan uang. Keluarga bahagia melandasi segala hal yang akan menghasilkan bahagia,vice versa. Peran ayah dan ibu,kesadaran mereka menjaga ego,emosi dan pola kasih sayang menentukan anak keturunannya kelak.
2. Uang bukan segalanya,tapi dengan uang,banyak hal jadi jauh lebih mudah dan indah.
3. Tugas pokok manusia tidak hanya satu. Ia mengemban tugas sebagai anak yang dilahirkan orang tuanya,seberapapun tuanya ia,selama ia hidup,ia tetap harus membaktikan diri. Selain itu,ia mengemban fungsi sosial saat ia duduk memegang amanah dalam pekerjaannya. Ia sebagai pasangan. Dan terakhir,ia sebagai orang tua.
4. Akhirat adalah satu-satunya tempat berlabuh dan beristirahat yang paling akhir sekaligus terpenting. Poin ke 1 sampai 3 adalah sarana mengumpulkan bekal untuk akhirat. Semua yang masuk dan keluar,ditujukan ke hilir yang sama,keselamatan di akhirat.