Minggu, 30 Juni 2013

Saat Rakib Mulai Khawatir

Ini cerita Rakib. Coba pikirkan ya,bagi yang di Jakarta. Bangun harus sepagi mungkin,sholat Subuh dengan gerakan cepat,menyesal menyayangkan sedikit mengutuk kenapa malam cepat berlalu dan tidurnya tak terasa,lalu menaiki motor,memanaskan mesin mobil atau berlari ke halte busway. Kemudian terjebak macet. Mengumpat apalagi kalau ditambah hujan,ban bocor atau busway penuh sesak seperti biasa. Tidak ada manusia mengucap syukur dan membuat malaikat Rakib nganggur di sebelah kanan dan malaikat Atid sibuk nyatet umpatan disebelah kiri sampai-sampai kertas dan penanya habis. Mereka mungkin geleng-geleng kepala melihat manusia.

Lalu sesampainya di kantor, pekerjaan menanti. Ya harus dikerjakan demi perut. Dan demi perut anak-anak yang dihasilkan dari kegiatan percintaan,serta istri yang dulunya amat dikagumi,dan saat ini tampak sebagai kewajiban. Apalagi hal yang bisa disyukuri didalam tekanan seperti ini.

Saat jam istirahat tiba, makan siang didepan laptop atau jalan ke warteg sebelah kantor. Masih dengan menatap layar android, membuka situs berita, dan membaca berita terbaru tentang korupsi pejabat. Haha, banjir umpatan lagi,sementara malaikat Rakib jobless. Ia khawatir,Allah akan memecatnya kalau keadaan terus begini.

Jam sore mata memberat. Kopi menjadi santapan,dan didalam perkumpulan ngopi sore itu kegiatannya adalah umpatan pada keadaan. Mengumpat tapi beramai-ramai begitu maksudnya. Kembali,malaikat Rakib benar-benar khawatir. Surat teguran karena menganggur pasti akan segera diterimanya.

Malam menanjak. Buku amal harus segera dikumpulkan,Rakib melamun,menunggu keajaiban. Keningnya berkerut dan ia siap jika harus melepas jabatan sebagai malaikat pencatat amal baik. Ia juga bingung mengapa diantara jutaan manusia tidak ada yang berbuat baik. Sudah waktunya Rakib khawatir.

Ia ikut menumpang busway. Sesuatu nampak bersinar dalam busway. Oh sinar itu berasal dari seorang bapak yang menawarkan tempat duduk ke seorang ibu yang kerepotan membawa tas belanja. Ibu itu berucap terima kasih, kembali cahaya kedua muncul. Saat Rakib turun dari busway cahaya ketiga muncul. Dari penjaja rokok yang mengucap "makasih" sambil tersenyum pada calon penumpang kereta yang membeli rokoknya. Ah tapi itu belum cukup, pikir Rakib. Tetap saja buku amal yang masih terlalu kosong ini harus dikumpulkan malam ini. Ia kembali melayang dan dengan berat hati hendak menerbangkan buku amal yang ia bawa seharian dari Subuh hingga saat ini.

Namun tiba-tiba segumpalan besar cahaya ada dibawah sana,kemudian muncul dititik-titik lain,menyusul di banyak kawasan perumahan kecil. Rakib turun lagi,ia tak percaya pandangan matanya sendiri.Ia takut itu fatamorgana.

Ternyata tidak,itu adalah cahaya kebaikan. Cahaya yang harus ia catat. Buru-buru ia mencatat sumber cahaya dalam buku amalnya. Saat lembaran itu habis,ia mendapati buku baru lagi,dan kembali buru-buru mencatat,terus mencatat para sumber cahaya. Ia kemudian membaca sumber cahaya itu dan dari mana bisa mengeluarkan cahaya di malam selarut ini.

Cahaya itu berasal dari orang-orang yang seharian tadi mengumpat,di jalanan,di kantor,di rumah,namun pada malam hari menjelang tidur, mereka bersujud dan berucap "Alhamdulillah".

Rakib tersenyum dan melayang, mengumpulkan buku amalnya yang berat dan banyak. Ia tidak perlu khawatir akan dipecat. Manusia akan selalu berbuat kebaikan,walau sebiji kurma.


Sederhanakan

Sudah Juli nih, sudah apa saja resolusi yang tertempuh sampai pertengahan Tahun ini?
Teman dekatku akan segera melepas lajang 3 Juli nanti. Hmmm, bahagianya melihat dia akhirnya menikah. Aku adalah orang yang mengikuti rekaman kisahnya sejak 2009 lalu. Mulai dari dia yang mengejar cinta hingga ke Jakarta, kemudian mengalami banyak kekerasan verbal dari sang pacar waktu itu,sakit dan sering masuk rumah sakit,kemudian datanglah kakak seniorku di kampus yang mendekatinya,keduanya berkonsultasi padaku dan akhirnya atas keputusan mereka sendiri,mereka pacaran dan akan menikah. Aku juga menyemangati dia saat akhirnya akan hengkang dari kantor lama ke kantor baru yang memberinya banyak pengetahuan baru,dan gaji baru tentunya. Ketika akhirnya dia memutuskan mengundurkan diri karena ketakmasukakal-an bosnya,aku juga mendukungnya sejauh ia sanggup menjalani opsinya. Aku juga membantunya memberikan informasi yang memang untuknya. Aku bahagia menjadi temannya dan aku mendukung segala keputusan yang menurutnya akan membuatnya nyaman. Aku tidak perlu menyebarluaskan  berita tentangnya, membuatnya merasa lebih buruk dan mengingatkan kembali bahwa keputusannya salah atau memberitahunya bahwa ia telah salah mengambil keputusan.
Bukan aku tak mau ia mendapatkan yang terbaik. Saat ia mengambil keputusan tertentu, aku tidak bisa merasakan apa yang ia rasakan. Saat ia mengatakan tidak,sementara di mataku seharusnya ia berkata ya, bisa saja aku berpendapat begitu karena aku atau orang lain memang tidak pernah ada dalam situasinya.

Aku pernah berpesan padanya, agar setiap keputusan yang ia ambil dan apa yang sedang ia alami,jangan disebar tanpa seleksi ke orang lain. Karena hari ini kita harus menentukan siapa teman kita, yang bisa diajak bersenang-senang atau bisa diajak berbagi derita atau keduanya.

Teman yang tampak dekat dimata kita belum tentu bisa mendengar dan tidak menghakimi apa yang telah menjadi keputusan kita. Ada beberapa yang akan menyalahkan, mencibir dan justru mengatakan "Tuh kan,mendingan dulu...". Pendapat yang tidak akan membantu apapun dalam hidup kita.

Aku sering mendengar ia dibicarakan disana-sini,terutama soal keputusannya untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Bahkan nasibnya sendiri dibahas didepan mata dan membuatnya merasa lebih buruk. Ia diberi tahu bahwa keputusannya salah dan seharusnya tidak mengambil langkah itu.Yang membahas adalah teman-temannya sendiri. Apakah pembahasan itu membantunya menjadi lebih baik? Tidak sama sekali. Ia merasa terpuruk dan ingin segera meninggalkan lokasi pertemuan. Apakah teman-temannya senang dengan itu? Tentu saja, teman-temannya tadi justru lega karena tidak pernah menjadi seperti temanku ini. Lega dan bahagia. Lega juga karena ada yang bernasib lebih sial daripada mereka, menurut mereka. Apakah ini disebut teman?

Mereka menyukai dan cenderung membicarakan apa yang terlihat seperti derita kita. Mereka menyantap keputusan kita dan memperkirakan seberapa berat akibat yang akan kita tanggung dari keputusan itu.
Mereka membicarakan hal itu seperti nasib kita adalah pokok pembicaraan yang harus dibahas setiap hari. Jika kita jatuh, mereka iba didepan kita,dan menyalahkan keputusan kita,tepat dibelakang bahu kita.

Bagaimana kalau kita mendapat yang lebih baik? Mereka akan tampak bahagia,tetapi ternyata mereka juga tetap membicarakan kekurangan dari kebahagiaan kita tadi. Hahaha,tidak pernah ada yang cukup.

Aku sering mencoba mengulurkan bantuan untuk mereka yang menurutku membutuhkan bantuan. Tapi ya memang tidak semuanya diterima dengan baik. Beberapa mencibir dan berkata "itu hanya trend sesaat". Ada yang kuberi saran tertentu,yah namanya juga usaha, untuk menarik lawan jenis..tapi ya bukannya didengar,justru didebat. Padahal bilang "oke" saja tampaknya tidak jadi masalah. Mengapa setiap mereka harus merasa paling benar dan membahas kesalahan keputusan orang lain,selalu? Hehehe,tapi gapapa..not a big deal for me. Situasi mereka sudah cukup rumit jadi aku cukup mendengarkan saja kalau mereka ingin berkeluh kesah.

Ya, mereka memang teman-teman kita. Tapi memang sebaiknya ditengah tahun ini, ambillah langkah untuk keputusan paling berani dan sederhana.  Sederhanakan temanmu. Kendalikan mulutmu.

Selamat menempuh Juli :)

Oh btw, aku juga ikut dalam gerakan ini lho.

Kamis, 27 Juni 2013

IPTV


IPTV is a method of delivering broadcast television and on-demand, rich media content that uses an Internet protocol (IP) network as the medium. Any broadband IP network can be used for IPTV. However, IPTV is most prominently used as the primary mechanism for carriers, such as telephone companies (Telco’s), and cable and satellite TV carriers, to deliver television to mass audiences over existing communications infrastructures. IPTV offers carriers flexibility and added value in the form of additional services that can be offered to customers, which improves the carrier’s profitability and competitive edge.
In particular, IPTV provides one facet of the so-called “triple play” of services: voice, data, and video. The triple-play vision is that consumers can subscribe to one service that provides voice, data (Internet and other online services), and video (live broadcast and on-demand) – all three brought into the home or office over one line or feed, and by one service provider.
Consumers are familiar with two-way communication with voice and data, but an IP network also enables two-way communication in the video connection. With IPTV, consumers can interact with a video service to, for example, order and play video on-demand (VoD) content, change channels, or control playback of a live broadcast. Because the three services are controlled from one source, solutions can be created that take advantage of an integration of services. For example, a solution can be developed that enables customers to view Web pages on their televisions, through which they can order pay-per-view video content and check phone messages. With triple-play, carriers can upgrade their offerings to provide consumers with a full suite of next-generation digital-communication services.
The topology consists of the following components:
·        
Broadcast source. Live feed from a broadcaster, such as a commercial cable network or on-air television station.
·         Broadcast encoder. Inputs the analog signal or high bit-rate digital stream from the source, and outputs a stream that is compressed and formatted for delivery over the IP network. An encoder is typically a software program running on a PC, for example, or a dedicated hardware device. A hardware device can include functionality that enables it to also do the job of a media server.
·         Broadcast streaming system. A media server that hosts a number of encoded broadcast streams for a large number of clients on the network. The broadcast server can deliver multicast or unicast streams, and typically consists of multiple servers configured as a server farm to provide fault tolerance. If unicast, the server farm must manage connections to potentially many thousands of clients.
·         VOD source. Content that is pre-recorded on a medium such as videotape or hard disk.
·         VOD encoder. Inputs the pre-recorded content and outputs a VOD file that is properly formatted and compressed. Encoders that output VOD content are typically software programs.
·         VOD streaming system. A media server that hosts the VOD files for clients on the network. The server must be capable of storing a large number of large files, and then streaming the files to many thousands of viewers. Often, the system consists of multiple servers configured in a server farm to deliver the maximum number of required streams and provide fault tolerance. Storage is often handled by a storage area network (SAN) system that also provides fault tolerance.
·         Subscriber management system. Integrates customer activity and provides additional customer services, such as an electronic program guide (EPG) and billing.
·         IP network. Typically, a high-speed, reliable, IP-enabled network.
·         Customer set-top box (STB) or PC. The device on the customer end that converts the data stream from the media servers into a standard analog or digital signal that can be fed directly into the television. The STB also provides any interactive features, such as an EPG, Web browsing, and PVR (Personal Video Recorder) functionality.
·         Television or monitor. Currently, IPTV is aimed at providing a quality, standard-definition television signal (SDTV). However, as technologies like VDSL and asymmetric digital subscriber line (ADSL2+) become more prevalent, the additional bandwidth will enable telcos to provide high definition television (HDTV), as well as multiple-channel audio and video, and many other services.

Features and benefit using IPTV

·  Convergence IP media system. This means that the user of the IP.TV platform can, simultaneously and in real time, access and manage information regarding IP telephony, video call, video conference, browsing internet, email, polling, and any IP based services.
·  Interactive, users could interact with the system to choose the information what they want.
·  VoD (Video on Demand), User could save any of recorded video at server, and user could easily review the recorded video with choosing the menu.
·  Support HDTV with cheapest infrastructure cost.
·  By adopting the IP.TV solution, the user can take advantage of one or more exclusive channels to transmit any programming to the locations of their choice. The number of locations / computers that can have access this programming is limitless.
·  Real-Time authentication and billing, Pre-paid and post paid content billing
·  Management of content objects, lists and plans, Time scheduling of content object
·  Support for chat, whether, news, email and other services
·  Comprehensive reporting
·  Real-time reporting of active channels and Interactive consumer surveys.

Tidak Menjadi Diri Sendiri

Pagi ini saya mengerti kenapa banyak motivator bermunculan dan profesi itu jadi sebuah hal yang menghasilkan uang tidak sedikit. Sementara kenyataannya,setiap kita adalah motivator. Kita dilahirkan untuk itu. 

Saya tahu kenapa. Saya mengerti kenapa mereka laris,dan banyak orang mendatanginya. Karena meski setiap kita adalah motivator, tapi tidak setiap kita bisa dengan berani menjadi diri sendiri. 

Diri sendiri itu buat saya,adalah hal sederhana. Sebuah jiwa diciptakan,lalu diberi petunjuk saat itu olehNya,di alam yang hanya diketahui olehNya,dan bahwa jiwa itu punya tugas masing-masing yang ia emban,yaitu menjadi jiwa itu sendiri di bumi. Jiwa itu setuju,menandatangani perjanjian dan meluncurlah ia ke sesosok raga. 

Begitu lahir,membesar di lingkungan manusia lain,ia lupa dengan perjanjiannya. Beberapa dari kita mampu mengingat pasal per pasal dalam perjanjian, beberapa ingat sepatah dua patah, sebagian besar justru lupa apa isinya. 

Waktu begitu saja berlalu dan pasal perjanjian lupa seluruhnya. Kehidupan makin terasa sulit,karena saat kita lupa apa isi perjanjian keunikan kita, saat itu juga kita sudah kehilangan diri sendiri. Dan apa yang lebih sulit daripada tidak jadi diri sendiri kemudian harus mengarungi bumi dalam sekian tahun yang berputar cepat?

Menjadi diri sendiri butuh lingkungan yang sangat mendukung. Sebuah jiwa adalah entitas keunikan mewakili kebesaranNya. Ia yang tidak bisa menjadi diri sendiri dan mencontek arus jiwa lain mungkin bisa disebut tidak meyakini Kebesaran ciptaanNya.

Menjadi diri sendiri seperti meyakini kata hatinya,kemana hatinya nyaman saat harus dipertemukan dengan akal,memandang dunia dengan level kelegaan yang hanya bisa dirasakan dengan menjadi diri sendiri,dan untuk menempuh itu semua,adalah perjalanan yang panjang. Mungkin itu kenapa,jiwa ditiupkan dalam raga,lalu ia diberi waktu oleh Tuhan untuk menempuh "ke-diri sendiri-an-nya" itu sekian tahun lalu ia dipanggil kembali dan ditanya, seberapa panjang proses yang ia tempuh untuk jadi diri sendiri. Dan bagaimana hasilnya.

Ia yang tak jadi diri sendiri,adalah melukai Tuhan meski Ia takkan pernah bisa dilukai ciptaanNya. Makhluk kurang ajar tak tahu adat itu telah mencoreng Tuhan dengan tidak percaya pada diri sendiri dan lebih memilih menjadi pengikut arus manusia lain. Ia bisa disebut durhaka hanya dengan tidak menjadi diri sendiri selama puluhan tahun ia diberi kehidupan.

Ia,tak boleh menyalahkan orang tuanya,lingkungannya,dan bagaimana ia dibesarkan. Saat baligh,ia sudah memiliki kewenangan untuk belajar menjadi dirinya sendiri,hingga waktunya habis.

Menjadi diri sendiri adalah sebuah tanggung jawab terbesar saat manusia datang ke bumi. Melebihi tanggung jawab untuk membesarkan keturunannya, berbakti pada orang tuanya dan menjadi orang baik. Menjadi diri sendiri adalah kewajiban utama yang turunannya adalah berupa kewajiban lain. Saat ia bisa menjadi diri sendiri, secara otomatis ia akan mampu memenuhi kewajiban turunan itu. 

Tidak banyak yang berani menjadi diri sendiri. Sesulit itulah menjadi diri sendiri. Sesulit itulah mengingat kembali apa yang hati pernah sampaikan pada Tuhan saat sebelum dihembuskan dalam raga. Sesulit itulah menemukan keunikan hadiah dari Tuhan dan dengan berani menyampaikannya kepada ibumu,bapakmu,keluargamu,dan dunia. 

Sesulit itulah perjalanan menjadi diri sendiri.

Maka karena itulah, aku juga belum menjadi diriku sendiri.

Maafkan aku Tuhan.

Rabu, 19 Juni 2013

Negeri Dewa Galau

Siapa sih orang yang ga pernah galau? Semua orang juga pernah ngalamin galau loh. Bedanya, galau orang kebanyakan itu impactnya maksimum radius yaa orang yang serumah atau sekamar sama dia. Kalau yang galau itu presiden? Impactnya, di seluruh rakyat.

Bayangin. Presiden galau bikin keputusan, rakyat udah gelisah, ini maunya presiden apa sih. Dan tujuan dia galau itu apa. Toh dia ditunjuk jadi pemimpin sebuah bangsa karena dia diharapkan tidak berperilaku seperti rakyatnya,yaitu galau. Tapi emang sudah terlanjur dijadikan presiden, mau apa lagi kan..Nah,terbukti si presiden ini galau. Dan yang jadi korban rakyatnya.

Contohnya, presiden galau mau naikin BBM ataw gak. Trus curhatlah doi ke kabinet. Bocor dah ke pers. Pers terbagi dua, ada yang pendukung (partai) presiden, ada yang musuh. Yang pendukung,bikin berita kira-kira begini "Presiden berniat menaikkan harga BBM dengan mempertimbangkan kemampuan rakyat".. nah pers yang musuh presiden bikin judul "Presiden berencana menaikkan harga BBM, rakyat panik".

Bencana! Si pers yang konyol dari negeri yang bodoh sudah mulai membual. Baik yang temen atau musuh presiden, keduanya dengan tidak berpikir panjang menampilkan headline yang mereka anggap akan menaikkan atau menjatuhkan baik pamor presiden atau oplah dagang mereka.

Yasudah,yang baca media bukan cuma tukang kerupuk, tapi juga tengkulak. Jadinya, mereka ikut panik dan memang tidak berpikir panjang, segera menaikkan harga dagangan mereka.

Rakyat kecil petani cabe,pedagang cabe di pasar,tukang ojek,tukang sayur,tukang odong2,ga tau apa2..tau2 smua harga naik.

Yasudahlah..thanks to Presiden galau dan pers bodoh.

One day, kalau aku punya anak dan dia pengen jadi wartawan, dia harus baca postingan ini lebih dulu sebelum dia menulis artikel pertamanya.




Selasa, 18 Juni 2013

Kandang Babi

Demo kenaikan BBM tanggal 18 Juni kemarin di depan gedung DPR di Senayan itu diwarnai aksi coret dinding gedung sisi luar. Saya sempat melintas saat sore hari dan mengiyakan coretan-coretan itu. Tulisan yang dicoretkan diantaranya "Ini kandang babi" lalu ada beberapa kalimat makian juga. 

Saya mengangguk didalam busway yang penuh sesak. Tertawa dalam hati,dan pasti raut muka saya geli. Pemerintahan memang sepertinya patut disumpahserapah. Rakyat yang mulai pintar sebenarnya cuma ingin melihat pembuktian dalam jangka pendek,yaa 4-5 tahun kabinet sih seharusnya jadi waktu yang pas untuk menyaksikan perbedaan dan perubahan. 

Ya cuma itu yang kita pengen tahu. Semua warga negara yang bekerja di pemerintahan punya porsi untuk sekolah keluar negeri atas biaya negara dan beasiswa,beasiswa yang khusus buat pegawai negeri. Lalu pejabat hilir mudik studi banding keluar negeri,bahkan sampai ke negeri yang bentuk dan kasusnya tak ada mirip-miripnya dengan Indonesia. Kita pengen tahu perubahan yang dihasilkan dari situ.

Tapi tidak ada. Nihil, dan kita marah. Dan perubahan makin memburuk. Pemerintah menjerat leher rakyat dan mereka makin kaya, makin kaya dan semakin kaya. Kemiskinan terbentuk di sudut-sudut bangunan megah di Jakarta. Indonesia adalah Jakarta, Indonesia adalah Jawa,dan tidak lain.

Kotor,penuh,sempit,bau dan...seperti kandang babi.

Senin, 10 Juni 2013

Mudahnya Melihat 'Malaikat'

Buat sebagian besar orang, wajah rupawan seorang manusia itu diibaratkan perwakilan wajah malaikat. Mudah bagi pemilik wajah ganteng atau cantik mendapat julukan "senyumnya, matanya, kerlingnya,bahkan gigi gingsulnya bagai malaikat". In fact, belum pernah ada yang pernah mampu melihat malaikat,yang memang terbuat dari cahaya itu.

Sebuah kisah menyatakan betapa mudanya bagi seorang wanita cantik menemukan pria yang mencintainya hanya karena wanita tersebut amat cantik. Wanita tersebut adalah seorang pramugari yang tewas dalam kecelakaan pesawat Sky Aviation di Gunung Salak. Sang pria hingga kini masih terus mengingat sang gadis sebagai wanita berparas malaikat. Pendapat yang sama juga kemungkinan besar diungkapkan oleh suami Maudy Koesnaedi, atau Dian Sastro, kekasih Sandra Dewi atau mungkin siapapun wanita berparas cantik kategori saat ini.

Amat mudah untuk melihat sosok yang dianggap malaikat dalam diri wanita atau pria berparas rupawan. Meski mayoritas tingkahnya belumlah mampu memenuhi kuota untuk disebut bersifat malaikat, menurut agama.

Mudah sekali melihat sosok malaikat dalam wanita berambut panjang,yang dikibaskan sesuai pandangan lelaki. Mudah sekali bagi pria untuk  mengakui telah jatuh cinta pada malaikat. Bahkan sulit bagi pria untuk melepaskan sosok semacam itu meski disisinya telah ada wanita lain yang Tuhan ciptakan. Seakan para pria lupa bahwa Tuhan juga menciptakan manusia lain selain sosok yang diagungkan pria sebagai malaikatnya.

Seseorang berkata padaku pada sebuah sore. Ia mengeluh betapa sulit baginya menemukan pria yang menerimanya, berbeda dengan temannya yang tampak sempurna. Oh Tuhan, sakit hatiku mendengar ia mengatakan hal itu.

Pada sebuah sisi aku mengenalnya, yang ia lakukan hanyalah usaha untuk membahagiakan orang tua dan saudara-saudaranya. Buatku ia adalah malaikat yang ada dalam hati manusia. Ia memakai jilbabnya, ia berusaha untuk melakukan apapun mengikuti keinginan terakhir orang tuanya, untuk menikah. Dan tidak ada satupun pria melihat malaikat dalam dirinya.

Semua mata pria tertuju pada sosok yang menurut pandangan mata manusia adalah sempurna, bak malaikat.

Semua buku menyatakan pria adalah makhluk visual, dan itu kemudian melegalkan pandangan bahwa wanita sudah seharusnya berpenampilan cantik demi menarik mata pria.
Segala cara ditempuh. Produk kecantikan laris. Salon pelangsingan diserbu. Rupiah melayang bebas.

Mengapa wanita mudah sekali menemukan malaikat dalam diri pria dengan visualisasi terburuk sekalipun. Sementara sulit bagi pria untuk menemukan malaikat dalam diri wanita paling kusam sekalipun.


Penjelasan bahwa pria adalah makhluk visual adalah akal bulus. Dan penjelasan bahwa wanita makhluk yang mudah luluh adalah omong kosong.

Sifat Malaikat itu ada dalam diri kita sendiri. Tidak bisa dilihat. Hanya bisa dirasakan.