Sabtu, 06 Juli 2013

(ShortStory) BOS GALAK


Bosku mengetuk pensilnya yang baru saja diraut. Kalau sudah begini,biasanya dia akan memanggil Yuni sang sekretaris dalam hitungan mundur. Lima....empat....tiga...dua...satu.
“Yuniiiii”
Benar kan.
“Yuniii kemari, bawa kopiku”
“Ya bos”, jawab Yuni singkat seperti biasa.
“Kenapa kamu bisa salah lagi Emil?”
Nah sekarang giliran aku. Mataku tertunduk. Tidak berminat melihat mata bosku yang sedang naik pitam. Omongannya akan setajam ujung pensil yang selalu dirautnya kalau sedang marah.
“Saya sudah teliti sampai tiga kali bos”, jawabku hati-hati.
“Ya berarti tiga kali kerja kamu itu memang sudah salah. Mau diulang sampai kiamat juga tetap salah, wong awalnya udah salah.”
Nah kan. Bahkan ia bicara soal kiamat.Memangnya ia tahu kapan kiamat datang. Lagipula aku juga tidak akan bekerja disini sampai kiamat tiba.  
“Emil,kamu kebanyakan ngelamun, makanya kerja salah terus.”
“Maaf bos, biar saya revisi.”
“Ya pastinya harus kamu revisi, wong salah gini kok,udah sana. Males aku lihat kamu.Dibayar tinggi tapi bisanya salah terus.”
Nah,sial lagi nih omelannya selalu begitu tiap pagi.
Entah mengapa bos selalu marah tiap pagi. Sampai aku terpikir buat mengetik surat pengunduran diri. Yang sebetulnya itu kuharamkan mengingat aku ingin pergi dari tempat ini dengan cara yang jantan dan saat aku sedang berada di puncak prestasi.
Seminggu berlalu sejak bos terakhir kali mengomel. Belum ada omelan berarti sepanjang sisa minggu itu. Agak aneh juga kalau diingat-ingat. Ia jauh lebih sering marah beberapa hari setelah aku mengambil cuti menikah. Dan lebih sering marah saat aku sudah mengambil cuti tahunanku untuk bulan madu. Memang sih tidak ada hubungannya, Cuma aku mengingat waktu-waktunya.
“Emil, kemari”
“Ya bos”
“Setelah menikah, pekerjaanmu tidak sebagus saat kamu masih melajang”
“Maaf bos, justru seingat saya,hasil kerja saya makin produktif setelah menikah,maaf ini pendapat saya saja”
“Saya ini yang mengoreksi pekerjaan kamu, jadi saya yang bisa menilai kamu produktif atau tidak”
“Ya bos”
“Istri kamu bekerja atau tidak?”
“Di rumah bos, rencananya kami ingin segera punya momongan, jadi memang istri tidak perlu terlalu lelah bekerja”
“hmmmmm”
“Memang kenapa bos?”
“Mungkin itu yang bikin kamu susah konsentrasi , karena kamu mikirin istri kamu terus”
“Ya maklum lah bos,namanya juga pengantin baru. Bos juga gitu kan waktu menikah?”
“Ya tapi bisa profesional dong, mana waktu kerja mana waktu ngelamun”
“Ya bos”
“Kamu lebih suka wanita yang gimana kalau di ranjang?”
“Waduh bos, malu saya ceritanya,ya biasa saja , ga ada yang spesifik”
Aku heran dengan semua pertanyaan bosku tentang kegiatan rumah tanggaku. Dan sampai beberapa minggu sesudahnya, ia lebih sering bertanya bagaimana aku melakukan kewajiban rohani terhadap istriku daripada hasil kerjaku.
Aku makin tidak konsentrasi berkat ulasan bosku. Awalnya kupikir ia sedang ada masalah dalam rumah tangganya dan sedang butuh inspirasi dari pengantin baru. Namun saat aku mencecar Yuni, kudapati bahwa rumah tangganya baik-baik saja dan sedang mengurus visa perjalanan ke Eropa sekeluarga.
Suatu pagi bosku datang lebih pagi dari aku, bahkan lebih pagi dari Yuni yang biasa datang paling pagi di kantorku.
“Emil”
Aduh,kena omelan tajam lagi pikirku.
“Ya bos”
“Kesini sebentar”
“Ya bos”
Aku memasuki ruangan bosku sembari menunduk. Segan karena mungkin aku melakukan kesalahan kesekian kali dan menyiapkan mental untuk menerima semprotan paginya.
“Kalau yang model begini kamu suka ga?”
Aku mendongak dan mulutku menganga. Mataku tertumbuk pada tubuh bosku yang hanya terbalut lingerie hitam minimal yang amat seksi. Mendadak semua omelan setiap hari dari bosku mendapatkan alasannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar