Rabu, 12 Februari 2014

Bencana Nasional : Urbanisasi

Akhir-akhir ini memang alam sedang "gerah". Mulai dari banjir di Jakarta, Sinabung meletus,Manado secara mengejutkan banjir,lalu Kelud memanas,dan di beberapa lokasi terasa gempa bumi meski skalanya ringan. Orang-orang menyebutnya sebagai bencana. Bantuan mengalir dan pengungsi sedikit terbantu. Banyak orang kemudian membentuk korps relawan, konser amal hingga mendatangi langsung lokasi bencana untuk turun tangan. Mereka menasihatkan kesabaran hingga tepukan dukungan di bahu pengungsi.

Buat saya, bencana yang disemburkan oleh alam memang harus dimaklumi. Saya dulu juga sempat mengalami bencana gempa bumi Yogya 2006 silam. Seperti halnya manusia punya siklus alamiah mereka untuk menuangkan apa yang dipendam lama. Maka alam pun punya hak yang sama.

Lalu apa bencana yang tidak boleh dimaklumi? Apa yang harus disebut oleh bapak Presiden kita sebagai bencana nasional? Yaitu urbanisasi.

Urbanisasi,as we know it. Adalah suku kata yang berarti perpindahan manusia dari sub urban area ke urban area. Dari desa ke kota. Dari kampung ke negara.
Kegiatan yang sepertinya biasa saja,namun sekarang sudah harus disebut sebagai bencana. Mengapa begitu?
Karena saat ini urbanisasi menuju Jakarta seperti banjir yang disengaja,dan tidak dapat dibendung lagi. Kalau kita masih bisa menangani banjir air, saat ini kita sudah tidak bisa menangani banjir yang disebabkan oleh kita sendiri, banjir manusia.

Pagi ini ada dua orang ibu pingsan dalam Komuter Bogor tujuan Tanah Abang. Setiap pagi moda ini selalu penuh sesak dan tidak bisa disebut manusiawi untuk menampung banyaknya manusia. Tak cuma itu, moda publik lain seperti Trans Jakarta juga mengalami hal sama.
Itu adalah salah satu contoh bencana nasional kita. Manusia berbondong-bondong pergi ke Jakarta. Mencari nafkah,meninggalkan kampung halaman mereka,yang sebenarnya bisa jadi lebih besar daripada Jakarta. Tetapi kemewahan dan hingar bingar Jakarta menjadi magnet.
Seperti dalam film Zombie dimana mayat hidup itu tertarik pada sesuatu yang bercahaya dan bersuara.
Saya juga salah satu penyebab banjir manusia tadi. Saya pergi ke Jakarta untuk mencari uang,yang mungkin belum bisa disediakan oleh kota asal saya. Dan harus diakui, Jakarta makin sesak dari tahun ke tahun. Menjadi tidak manusiawi. Manusia hidup di tepi sungai,kumuh,bersama dengan kotorannya sendiri,sampah dan kemudian menjadi kriminil, dan itu tetap dimaklumi oleh kita semua. Orang-orang bertengkar kemudian saling bunuh. Pejabat sibuk melakukan pencitraan demi keberlangsungan jabatan mereka. Baliho calon legislatif yang menjanjikan perubahan terpampang persis didepan perkampungan kumuh yang tidak ada perubahan, terpajang besar-besar didepan pasar tradisional kucel yang tampak kurang sentuhan, terpasang disetiap tiang listrik jalanan yang dipenuhi kendaraan. Presiden sibuk main media sosial dengan kalimat yang selalu dapat dijumpai di buku PPKn manapun. Mobil-mobil mewah berseliweran dengan satu penumpang dan memenuhi jalanan yang hanya itu-itu saja sejak jaman kemerdekaan.
Dan tidak ada satupun yang menyatakan bahwa fenomena penurunan kemanusiaan itu sebagai Bencana Nasional.
Tahun ini akan ada lagi wisuda mahasiswa. Dan tahun ini pula,Jakarta siap tidak siap harus menampung penduduk baru lagi,dan entahlah apa yang akan terjadi pada kota ini nanti saat banjir manusia ini menjadi simbol kematian kemanusiaan.
Itulah bencana nasional.
CMIIW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar