Sabtu, 25 Januari 2014

Januari Titipan Tuhan

Januari 2014 tinggal menghitung hari untuk disebut sebagai kenangan. Agak merinding juga menulis bulan ini sebagai kenangan. Padahal sebenarnya kalau diingat lagi,aku sudah menjadikan sekitar 28 bulan Januari sebagai masa lalu.
Cepatnya waktu berlalu ya. Januari 1986 saat usiaku baru 4 bulan,mungkin adalah saat paling bahagia sekaligus sibuk bagi orang tuaku, mbah uti dan mbah kakung. Januari 1991,adalah saat aku menjelang kelulusan kelas TK dan beralih ke SD. Januari 2000,adalah saat aku menjadi remaja SMA. Januari 2003 adalah saat aku memasuki sebuah universitas di Jogja. Dan Januari 2008 adalah saat aku meninggalkan keluargaku untuk bekerja merantau ke ibukota. Januari 2014, adalah saat keluargaku menyambut anggota baru mereka, yaitu suamiku.

See? Kalau bulan dan tahun hanya ditulis sebagai tulisan,ia akan tampak sebagai hal yang wajar. Tidak ajaib. Tidak gaib. Tidak magis. Tidak mengandung sesuatu yang membuatmu berhenti sebentar,dan bergumam "Cepatnya waktu berlalu".

Tetapi,jika Januari dari tahun ke tahun itu didalami lagi. Kita meluangkan waktu untuk menengok sebentar,kita akan sangat terkejut mendapati daya magis yang dihasilkan dari rentetan peristiwa yang disebut hidup.

Aku mendapati diriku termenung menatap sebuah kalender di meja. 2014. Terukir indah dengan tinta perak. Aku masih belum bisa mengatupkan mulutku.
Hatiku terus menerus berkata,hidup ini cepat sekali berlalu. Aku cepat sekali tumbuh. Keluargaku cepat sekali menua. Dunia cepat sekali berubah. Semuanya serba dengan kata cepat.
Aku merinding dengan kemagisan yang ditimbulkan dari yang dinamakan waktu.
Aku bahkan tidak bisa mengingat dengan tepat hari demi hari yang telah aku lalui di Januari 2000 misalnya. Jangankan Januari 2000, pada tiga hari lalu pun aku sudah lupa kenangan detailnya.
Manusia melupakan angka tanggal,bulan dan tahun. Manusia lupa 24 jam setiap hari yang mereka habiskan. Di akhir hari,yang terucap hanyalah Betapa Cepatnya Waktu.
Daya magisnya waktu seakan hilang ditelan kebutuhan untuk hidup. Daya gaibnya menguap di udara seiring kesibukan.
Tetapi sebenarnya kalau kita bersedia berhenti sejenak, daya itu akan kembali dan lagi,aku bilang, mulutmu tidak akan mengatup karena hatimu menjadi bimbang. Just like me now.

Aku berhenti sebentar,cuma untuk mengamati kalender. Aku bertanya,selama 28 kali Januari ini,apa yang sudah aku lakukan. Untuk orang tuaku,untuk nenek dan kakekkku,untuk adikku ,untuk agamaku,untuk aku sendiri. Aku menelepon orang tuaku,mereka masih seceria seperti 23 kali Januari silam. Aku menelepon mbah uti,ia masih sehangat 23 kali Januari silam. Aku menghubungi adikku,ia masih sekonyol 19 kali Januari silam. Hanya itu yang mampu kuingat dari tiap Januari.
Aku tidak mengingat detail hal yang kulakukan. Aku hanya mengingat kemanusiaan yang kuterima Januari demi Januari.

Tuhan menitipkan Januari itu kepadaku. Sadar atau tidak, yang diingat manusia hanyalah yang berhubungan dengan hati mereka. Mustahil,kita bertaruh,manusia bisa mengingat apa yang ia lakukan pada dokumen kerjanya pada 5 kali Januari silam. Tapi aku berani bertaruh,manusia akan mengingat kejadian apa yang menyentuh hatinya pada saat itu.

Itulah magisnya waktu. Ia adalah titipan Tuhan. Dan titipan Tuhan selalu terhubung dengan hati jika manusia berani menerima konsep ini. Magisnya waktu,adalah saat kamu diam. Mengingat kembali apa yang sudah kamu lakukan atas titipan Tuhan. Misal hingga hari ini kamu sudah dititipi 28 kali Januari,berapa banyak yang kamu lakukan untuk menyentuh hati orang lain? Menyayangi orang tuamu,keluargamu,membela Tuhanmu atau setidaknya,menggedor hatimu sendiri.

Meski itu sudah dilakukan,diakhir hari mulutmu akan tetap ternganga dan berkata "Cepatnya waktu berlalu..."

Tahu-tahu,kita semua hilang satu per satu. Pada saat itu,kita akan melihat kembali kalender di meja,dan berkata "Sebenarnya,semuanya itu semu kecuali hati"

Sembari menyesali perang perebutan kuasa yang sudah terjadi, kebencian terhadap rejeki orang , kedengkian atas keberuntungan teman, mencaci di media sosial seakan dirinya yang paling benar, menebar fitnah,memukul teman dari belakang,berebut harta warisan,dan mungkin menyekutukan Tuhan.

Waktu itu semu kecuali hatimu berani kau gunakan.

Begitulah...

Enjoy your heart. Cause world is a pseudo-life

Tidak ada komentar:

Posting Komentar