Rabu, 08 Februari 2012

The Drama

Semalam berdebat dengan pasangan soal drama dalam sebuah hubungan. Menurutnya, memberi bunga adalah drama. Menurutku itu adalah fakta romantis. Menurutnya mengantar makan saat aku sakit adalah romantis. Menurutku itu adalah kewajiban. Menurutnya memberi cinderamata dari sebuah tempat wisata semisal batu berbentuk nama adalah momen acak yang belum tentu kembali. Menurutku memberi kenang-kenangan adalah romantis.Menurutnya meminta kompensasi keterlambatan sebuah momen dari pacar adalah matre. Menurutku, itu matre juga. Hehehe

Banyak hal dimatanya adalah drama, sementara itu adalah hal-hal yang biasa terjadi di kehidupan pasangan teman-temanku dan mengitariku. Dan banyak dimataku adalah hal yang biasa dilakukan pasangan, baginya itu adalah romantis. Oke. Mata kami memang berbeda. As he said, dunia kami juga berbeda. Ia benar, dunia kami berbeda. Duniaku dipenuhi teman wanita yang diperlakukan amat sangat seperti ratu sementara teman-teman priaku tidak pernah keberatan untuk memperlakukan pasangan mereka bak puteri raja. Drama? Sebenarnya itu disebut drama karena hal hal tersebut nyata terjadi dan kemudian menjadi inspirasi para produser untuk memproduksi film drama dengan hal-hal sejenis itu.

Aku tidak ingin diperlakukan seperti ratu atau puteri. Kebetulan aku memang tidak bisa menjadi keduanya juga. Tapi kadang-kadang, insting wanitaku merindukan satu sentuhan yang amat sangat romantis, yang mungkin disebut oleh pasanganku tadi sebagai drama.

Misal, memberi bunga , atau membangunkanku di pagi hari dengan semangkuk mie ayam, atau menyematkan bros di bajuku, atau memainkan lagu buatku, atau menyematkan namaku disebuah tempat di dunia, atau melakukan sebuah hal yang tanpa aku perlu mengajukan proposalnya lebih dulu.

Aku tahu kemungkinan besar ia juga menginginkan romantisme sejenis, jauh dalam lubuk hatinya. Atau mungkin ia merindukan masa-masa saat ia masih sendiri dan dikitari oleh teman-temannya.
Rasanya aku juga tidak pernah memagari aktivitasnya selama ini kecuali ada satu hal yang kupagari dan tak ingin mendengarnya membicarakan itu. Aku membebaskannya melakukan apapun. Dan itu bukan drama.

Dan hubungan yang dicampur drama, thriller, action, horror dan tentu saja COMEDY adalah hubungan terbaik yang bisa dicapai oleh umat manusia.

In this line, aku tidak membandingkan secara kompulsif, yang akan mengarah pada kasus mengerikan yang oleh Nietzsche disebut sebagai Lebensneid atau Iri Kehidupan. Sebuah keyakinan bahwa orang lain lebih beruntung daripadamu, dan seandainya kau memiliki tubuh wanita itu,suami-nya, anak-anaknya, pekerjaannya, maka segalanya lebih mudah, indah dan bahagia. Mengerikan bukan perbandingan itu? Aku, secara sadar, tidak melakukan itu. Dan sekaligus tidak menginginkan kehidupan menyedihkan macam itu.
Yang aku lakukan bukanlah membandingkan pasanganku, tetapi aku belajar menyentuh titik titik feminisku, karena, you know, pekerjaanku mengharuskanku mengubur sisi itu dan menggantinya dengan sisi maskulin. Apakah aku juga tidak punya waktu untuk sisi feminisku dan memperjuangkannya untuk sekali waktu disentuh agar aku ingat pada kelaminku? Tentu aku punya waktu .

Dan inilah kenyataan yang harus disadari :

Man is man, woman is woman. He is a man. I am a woman. 

Anyway, FYI, dia manis, dia romantis, dia logis. I love him.

Here we go, belajar lagi untuk meromantiskan hubungan tanpa harus mendramatisir hari-hari yang kami punya. Dan tidak akan ada Lebensneid.

Just enjoy it, let it flow in your heart...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar