Kamis, 19 Januari 2012

Hujan Membantuku

Aku memeluknya waktu hujan turun sore itu. Aku tersenyum dan berkata bahwa ia bisa pergi, menuruti bayang kebahagiaan yang akan menuntunnya ke sebuah tempat. Aku tersenyum dan air hujan ikut melarutkan air mataku yang tersembunyi.
Ia berkata aku akan baik baik saja. Ia berkata untuk terus mempercayai tentang waktu yang akan membawa seseorang datang memelukku dan menyandingku seumur hidupku.
Seseorang yang menyematkan cincin bertatah namaku di jarinya. Dan tidak akan menyakiti seekor semut pun, apalagi menyakitiku.
Lalu ia menjejak pergi. Genggaman tanganku terlepas. Aku melambai. Mengucap beberapa kalimat penyemangat untuknya.Ia tertawa dan mengacungkan jempol. Wajahnya bersinar menatap jalanan didepan. Seperti biasa, aku tersenyum dan berterima kasih pada hujan yang meluruhkan hujan dari sudut mataku.

=================================

Sepatuku berderap memasuki bandara kota tempat ia bermukim sejak lima tahun silam. Sejak hujan turun mengikuti kepergiannya. Aku melangkah membawa sebuah baju hangat rajutan. Ah, seperti apa ia sekarang. Apakah ia tahu aku telah menanti waktu ini bertahun tahun. Apakah ia tahu aku selalu kehilangan orang yang dekat denganku. Ah, tidak sabar menemuinya. Dan membelai ringan rambutnya yang kadang menutupi telinga lebarnya. Seperti apa ia sekarang.

=================================

Dan debarku mencapai puncaknya. Saat ia mengangsurkan tangannya menyalami aku, menggenggam tanganku, sambil menanyakan kabarku dengan mata yang sama hangatnya seperti dulu. Sembari ia memperkenalkanku pada seseorang berbadan tegap disampingnya. "Ini teman sejiwaku". Katanya ringan.

=================================

Aku luruh. Sayang tidak ada hujan membantuku tersenyum.
Dan aku masih tersenyum saat kusadar , gerimis muncul di sudut gelap mataku.

==================================
Rajutan  baju penghangat kuletakkan di kursi bandara seperti aku meletakkan harapanku.Kurajut baju itu dengan benang-benang harapan untuk bisa menuai rumah masa depan bersamanya. Dalam peluknya yang erat dan lengannya yang kokoh. Rambutnya yang selalu menutupi telinga. Dengan hatinya yang hangat. Dengan kelelakiannya yang merengkuh jiwa wanitaku.

Aku kalah. Aku menyerah.
==================================
Tak ada hujan, tapi aku tersenyum seperti biasa.

==================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar