Kamis, 19 Januari 2012

Seperti Ditusuk-Tusuk Jarum

Ini adalah sebuah tulisan yang seharusnya telah terpublikasi pada sebuah hari di bulan ini. Pada hari itu aku mengingat betul perasaanku yang berbaur dalam kenangan sebuah hari setahun yang lalu. Aku menemukannya di hotel di Surabaya. Mata kami bertatapan. Aku tidak merasakan apapun kecuali seperti meluncur dalam gelap. Aku pernah menangisinya. Mengisi kekosongan hari tanpa rasaku dengan tegukan root beer demi mencoba mengeluarkan sesuatu dari dalam diriku. Ruang hatiku yang pernah terisi dengan semua hal yang baik tentangnya mendadak tertutup dan tergores. Dan lalu aku masih terus berusaha bangun untuk kemudian mempercayai bahwa orang lain tidak akan melakukan hal yang sama sepertinya. Aku berusaha ditengah semua teori tentang kepercayaan yang terdengar omong kosong.
Aku tidak menyalahkannya. Apalagi menghakiminya. Adalah haknya untuk mencari kebahagiaan. Mendapati fakta bahwa alasan engkau berbahagia karena seseorang kemudian seseorang itu mendapati kebahagiannya pada orang lain dan bukan dirimu, adalah hal yang amat menusuk. Yang kemudian membuatnya berdarah adalah, ia meninggalkan kamu begitu saja dengan alasan yang teramat duniawi. Seperti biasa apalagi kalau bukan karena 3K. Kecantikan, kemapanan, dan kedekatan secara fisik. Apa artinya? Mencoba memberimu pelajaran tentang kedewasaan. Dan itu yang terjadi.
Dan apakah ia tahu, bahwa efeknya sampai sekarang? Totally not.
Sejak saat itu aku memutuskan buat tidak mempercayai apapun tentang laki-laki. Kecuali adek dan bapak, tentunya.
Dan tahukah, itu adalah hal yang amat sangat menyakitkan. Tidak mempercayai seseorang adalah sakit tanpa obat yang melebihi kanker. Itu menggerogoti apapun yang kamu punya. Dan tiba-tiba kamu kehilangan hidup kamu sendiri.
Dan awal Januari kemarin, aku memutuskan untuk berputar haluan dengan mempercayai seseorang laki-laki. Menyerahkan sepenuhnya apa yang disebut keyakinan. Kalau dimisalkan kepercayaan adalah serupa ruang Bimasakti dan isinya, maka itulah yang aku berikan padanya.
Gila? Tidak. Karena kalau aku tidak mengambil opsi itu, maka aku akan terus memelihara 'kanker' tadi. Dan mendadak aku mati.
Lalu apa rasanya bertatapan dengan orang yang akibat perbuatannya amat memberi bekas pada dirimu?  Seperti ditusuk-tusuk jarum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar