Kamis, 16 Agustus 2012

Toilet

Toilet sekolah kami bersih bukan main. Petugas toilet-nya meski sudah berusia setengah abad tapi tak nampak tanda penuaan yang biasa datang pada pria seusianya. Ia malah makin gesit dan tangkas dalam seragam oranye-nya dan sepatu Bata biru yang cuma ia pemakainya di sekolahku. Mungkin ia menjamu dirinya dengan ramuan tradisional lalu makin muda. Ah, aku ingat ia pernah tanding main tenis lawan juara tenis sekolahku, dan ia menang. Sementara temanku itu terengah-engah kehabisan nafas. Temanku yang baru berusia 16 tahun, dikalahkan lelaki baya seumur bapaknya. Memalukan. Lelucon yang nampaknya akan abadi hingga kami lulus dari SMA favorit ini.

Meski bersih,toilet itu tidak disalahgunakan sebagai lokasi bolos. Ia tetap sebagai fungsinya disana. Aku sendiri cukup sebagai anak baik yang mengunjungi toilet jika ada hajat yang harus kupenuhi. Pun jarang, kadang sehari cuma sekali. Namanya juga laki-laki. Toilet pun makin terjaga "keasriannya" gara-gara penduduk sekolah ini adalah lelaki. Mereka seperti aku, sanggup tahan hajat. Kecuali beberapa guru wanita sepuh yang sudah beruban.

Suatu siang setelah menghajar dua mangkuk bakso,perutku sakit tak kepalang. Sambalnya pedas sampai kepalaku melafal kata serapah. Aku terbirit lari masuk ke toilet. Duduk lalu tuntaskan hajat. Kembali ke kelas fisika. Itu rencanaku.

Dan tidak berjalan semestinya gara-gara aku mendengar dengusan dari toilet sebelah. Hantu mana yang mendengus di siang bolong,pikirku.

Penasaranku makin akut. Hajatku terhenti,tak ada rasa untuk menuntaskannya lagi. Kukancingkan celanaku,lalu aku melongok kearah celah sekat pemisah toilet sebelah.

Ada 2 pasang kaki.

Keduanya menghadap kearah yang sama, berhimpitan.

Salah satu pasang kaki itu, bersepatu Bata biru. Sepatu yang cuma dimiliki oleh...

Aku bergegas lari dan tak berani melanjutkan pikiranku sendiri.


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar