Jumat, 21 Desember 2012

Letter For My Dear

Dear,
Sabtu pagi yang cerah ya.Aku tidur Subuh tadi dan bangun karena telefon pekerjaan pagi ini. Aku ingin mengirimimu pesan,menanyakan apakah kau sudah bangun,atau menelefonmu sekedar mengganggumu,mungkin sedikit canda ditengah kantukmu. Tapi aku urungkan. Aku tidak yakin apakah telefonku akan mampu menghimpunkan kembali hatimu utuh buatku. Aku bahkan tak yakin itu akan utuh seperti dulu. Dan makin tak yakin bahwa aku memang tak pernah menerima hati yang utuh.Begitulah rasanya. Lalu aku ingat pagi ini aku biasa memakai masker coklat buat wajahku dan lulur mandi setelah jogging dan minum susu dietku yang enak itu. Tiba-tiba aku berhenti melakukannya. Bayangan bahwa tidak ada prosesi lamaran atau pernikahan membayang. Membuat bulu tengkukku bergerak pelan merambat,mungkin peri bisa mencium aura takutku. Karena aku melakukan itu dengan motif yang besar atas imajinasi sebuah kebaya pengantin dan bagaimana aku menyerahkan diriku yang terbaik buatmu,calon suamiku. Kebiasaan lain adalah merapikan kasur king size ku disini. Seakan merasa bahwa suatu hari nanti aku akan memiliki kasur itu,merawatnya tiap pagi,dan bukan pekerjaan mudah. Sekarang aku membenci kasur king sizeku yang kubiarkan dengan seprei berserak. Mungkin latihan merapikan seprei king size belum akan dibutuhkan dalam waktu dekat,atau kapanpun.
My Dear,tahukah kamu bahwa pengakuanmu semalam membuat pelangi yang ditata Tuhan pagi ini buatku menjadi menyilaukan dan tak sedap dilihat? Karena aku selalu berpikir kita melihat pelangi bersama. Dan aku berusaha menyingkirkan bayangan itu dari mataku.
Aku sungguh ingin percaya bahwa aku bisa membawamu kembali kesini,kerumah yang telah kita bangun selama 19 bulan,tapi rasanya tenagaku sendiri habis dan aku memilih melihatmu tersenyum diluar sana bersamanya. Tahukah Dear,bahwa tahu ada waktu kita tidak diinginkan datang dalam hidup seseorang,sementara kita berjuang keras demi diri orang tersebut,adalah mematikan?
Dear,tidakkah kamu melihat bagaimana aku berjuang demi pondasi yang kita bangun,kamu bisa bermain didalamnya,kamu bisa bertemu aku,dan sesaat kamu berpaling menuju kavling lain yang masih kosong.Aku menunggumu didepan pintu tempat kita masuk dahulu.Kaki kananku berada didalam rumah,sementara satu kaki kiriku sudah menjangkau tanah diluar. Aku tidak pernah siap meninggalkan rumah yang telah susah kubangun.Tidak akan pernah. Yang aku tahu,aku harus siap. Dear,aku sakit menunggumu disini. Jauh lebih sakit untuk berkemas dan pergi. Dan aku akan kehabisan tenaga hingga layu saat aku mencoba membawamu kembali,seperti pesanmu sekuat aku untuk membawamu pulang. Dan saat layuku yang terakhir,mungkin aku sudah benar-benar menjadi selarik benang cahaya.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar