Jumat, 09 Maret 2012

Elemen Jurnalis Untuk Insinyur

Pagi ini baca posting status adik saya tentang 9 Elemen Jurnalisme-nya Bill Kovach. Kebetulan ia juga sedang belajar jurnalisme di sebuah lembaga pers mahasiswa di kampusnya - yang sama dengan saya dahulu-. Lalu kok tiba-tiba ingat kalau saya dulu juga getol belajar jurnalisme saat saya sedang kuliah untuk menjadi insinyur. Saya pun kemudian mengingat 9 Elemen Jurnalisme yang melegenda itu.
1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
Kewajiban para jurnalis adalah menyampaikan kebenaran, sehingga masyarakat bisa memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk berdaulat. Bentuk “kebenaran jurnalistik” yang ingin dicapai ini bukan sekadar akurasi, namun merupakan bentuk kebenaran yang praktis dan fungsional. Ini bukan kebenaran mutlak atau filosofis. Tetapi, merupakan suatu proses menyortir (sorting-out) yang berkembang antara cerita awal, dan interaksi antara publik, sumber berita (newsmaker), dan jurnalis dalam waktu tertentu. Prinsip pertama jurnalisme—pengejaran kebenaran, yang tanpa dilandasi kepentingan tertentu (disinterested pursuit of truth)—adalah yang paling membedakannya dari bentuk komunikasi lain.
2. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga (citizens)
Organisasi pemberitaan dituntut melayani berbagai kepentingan konstituennya: lembaga komunitas, kelompok kepentingan lokal, perusahaan induk, pemilik saham, pengiklan, dan banyak kepentingan lain. Semua itu harus dipertimbangkan oleh organisasi pemberitaan yang sukses. Namun, kesetiaan pertama harus diberikan kepada warga (citizens). Ini adalah implikasi dari perjanjian dengan publik.
3. Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi
Yang membedakan antara jurnalisme dengan hiburan (entertainment), propaganda, fiksi, atau seni, adalah disiplin verifikasi. Hiburan –dan saudara sepupunya “infotainment”—berfokus pada apa yang paling bisa memancing perhatian. Propaganda akan menyeleksi fakta atau merekayasa fakta, demi tujuan sebenarnya, yaitu persuasi dan manipulasi. Sedangkan jurnalisme berfokus utama pada apa yang terjadi, seperti apa adanya.
Disiplin verifikasi tercermin dalam praktik-praktik seperti mencari saksi-saksi peristiwa, membuka sebanyak mungkin sumber berita, dan meminta komentar dari banyak pihak. Disiplin verifikasi berfokus untuk menceritakan apa yang terjadi sebenar-benarnya. Dalam kaitan dengan apa yang sering disebut sebagai “obyektivitas” dalam jurnalisme, maka yang obyektif sebenarnya bukanlah jurnalisnya, tetapi metode yang digunakannya dalam meliput berita.
Ada sejumlah prinsip intelektual dalam ilmu peliputan: 1) Jangan menambah-nambahkan sesuatu yang tidak ada; 2) Jangan mengecoh audiens; 3) Bersikaplah transparan sedapat mungkin tentang motif dan metode Anda; 4) Lebih mengandalkan pada liputan orisinal yang dilakukan sendiri; 5) Bersikap rendah hati, tidak menganggap diri paling tahu.
4. Jurnalis harus tetap independen dari pihak yang mereka liput
Jurnalis harus tetap independen dari faksi-faksi. Independensi semangat dan pikiran harus dijaga wartawan yang bekerja di ranah opini, kritik, dan komentar. Jadi, yang harus lebih dipentingkan adalah independensi, bukan netralitas. Jurnalis yang menulis tajuk rencana atau opini, tidak bersikap netral. Namun, ia harus independen, dan kredibilitasnya terletak pada dedikasinya pada akurasi, verifikasi, kepentingan publik yang lebih besar, dan hasrat untuk memberi informasi.
5. Jurnalis harus melayani sebagai pemantau independen terhadap kekuasaan
Jurnalis harus bertindak sebagai pemantau independen terhadap kekuasaan. Wartawan tak sekedar memantau pemerintahan, tetapi semua lembaga kuat di masyarakat. Pers percaya dapat mengawasi dan mendorong para pemimpin agar mereka tidak melakukan hal-hal buruk, yaitu hal-hal yang tidak boleh mereka lakukan sebagai pejabat publik atau pihak yang menangani urusan publik. Jurnalis juga mengangkat suara pihak-pihak yang lemah, yang tak mampu bersuara sendiri.
6. Jurnalisme harus menyediakan forum bagi kritik maupun komentar dari publik
Apapun media yang digunakan, jurnalisme haruslah berfungsi menciptakan forum di mana publik diingatkan pada masalah-masalah yang benar-benar penting, sehingga mendorong warga untuk membuat penilaian dan mengambil sikap.
7. Jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting itu menarik dan relevan
Tugas jurnalis adalah menemukan cara untuk membuat hal-hal yang penting menjadi menarik dan relevan untuk dibaca, didengar atau ditonton. Untuk setiap naskah berita, jurnalis harus menemukan campuran yang tepat antara yang serius dan yang kurang-serius, dalam pemberitaan hari mana pun.
8. Jurnalis harus menjaga agar beritanya komprehensif dan proporsional
Jurnalisme itu seperti pembuatan peta modern. Ia menciptakan peta navigasi bagi warga untuk berlayar di dalam masyarakat. Maka jurnalis juga harus menjadikan berita yang dibuatnya proporsional dan komprehensif.
9. Jurnalis memiliki kewajiban untuk mengikuti suara nurani mereka
Setiap jurnalis, dari redaksi hingga dewan direksi, harus memiliki rasa etika dan tanggung jawab personal, atau sebuah panduan moral. Terlebih lagi, mereka punya tanggung jawab untuk menyuarakan sekuat-kuatnya nurani mereka dan membiarkan yang lain melakukan hal yang serupa.

Dulu saya sempat hafal benar elemen ini, bahkan rela jauh-jauh belajar ke Universitas Udayana bersama teman-teman dari seluruh persma Indonesia. Saat itu kami diajari dengan keras bagaimana mengolah informasi, dikomandani oleh wartawan Pantau dan Tempo. Pagi ini saya merenungkan lagi apa yang pernah saya pelajari. Saya sekarang yang berprofesi sebagai insinyur (alias engineer) dan dahulu sebagai jurnalis, seharusnya ada kaitannya. Dan kedua profesi berseberangan itu saya coba pertemukan lewat elemen jurnalisme diatas.

Profesi apapun menuntut kebenaran (Elemen-1). Insinyur juga harus menyampaikan kebenaran, berlaku benar dan mengejar kebenaran. Insinyur yang lebih terkait dengan hal teknis seharusnya tahu kebenaran mutlak saat dia bermain angka, atau sedang mempertanyakan jalannya sebuah proyek. Elemen ini menjadi wajib jika dipahami.
Elemen kedua bicara tentang loyalitas pada warga. Lalu kepada siapakah insinyur seharusnya loyal? Ia harus loyal kepada dirinya sendiri. Artinya, ia harus menghargai dan setia kepada dirinya sendiri. Jika ini dicapai, maka ia akan mampu melihat dimana loyalitas kemudian diletakkan karena didalam dirinya sudah ada penghormatan pada diri sendiri. Dan ini adalah elemen yang sulit dicapai, meski bukan tidak mungkin. Karena elemen ini akan terganggu oleh banyaknya faktor luar seperti materi dan sikap lingkungan.
Disiplin verifikasi, adalah elemen ketiga. Elemen yang amat diperlukan dalam perjalanan proyek. Jenis kedisiplinan ini akan berpengaruh amat kuat pada tercapainya batas waktu proyek. Sikap ini seharusnya dimiliki oleh semua orang yang terlibat dalam sebuah tim.
Dan elemen keempat menyebut tentang independensi. Artinya insinyur harus bisa melihat kenyataan. Kepentingan dan maksud tertentu bisa berakibat hilangnya independensi. Ia akan dimakan kekuasaan dan kebenaran menjadi buram. Anda mengerti maksud saya.
Yang berkaitan dengan independensi adalah pemantau kekuasaan, elemen kelima. Secara otomatis, orang yang independen ia akan menjadi pemantau kekuasaan yang baik. Karena, ya itu tadi, ia tidak akan punya maksud tertentu atas nafsu kekuasaan.
Insinyur juga harus mau menerima kritik, saran bahkan yang paling menyakitkan sedikitpun, elemen keenam. Buat apa? Jelas kalau ia bisa mengolah informasi tadi, itu akan jadi batu bata yang membantunya memperkuat pondasi diri.
Hidup sebagai insinyur mungkin monoton. Kadang-kadang hanya berupa komputer atau sebuah perangkat. Yang beruntung, ia bisa sampai bosan menyusuri jalan. Elemen ketujuh menyarankan insinyur untuk membubuhkan kreativitas agar hidup (dan yang ia kerjakan) menjadi menarik, selama masih dalam koridor norma, alias relevan.
Elemen kedelapan, insinyur harus membuat peta kerja dan kehidupan untuk memetakan apa yang sedang ia tuju dalam hidupnya. Antara mimpi dan kenyataan. Antara gaji dan kebutuhan. Proporsional.
Elemen terakhir adalah saran pemakaian hati nurani, dalam kehidupan profesinya maupun pribadi. Sehingga ia tidak akan semena-mena pada lingkungan, dan bisa menumbuhkan rasa empati tinggi pada sesama. Juga termasuk mendengarkan hati untuk dirinya sendiri. Kadang karena kesibukan dan atau kebutuhan materi, elemen ini menghilang begitu saja. Dan itulah tantangannya.

Jadi elemen jurnalis ini memang seharusnya bisa diterapkan untuk insinyur. Atau profesi lain.

Happy Enginest ;)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar