Minggu, 04 Maret 2012

Mimpi dan Pekerjaan

Bekerja adalah bagian dari ibadah, menjadi salah satu ibadah yang butuh kerja keras lebih dari ibadah yang lain. Mengapa? Karena bekerja-yang akan membiayai kebutuhan di dunia-nyaris memakan lima puluh persen waktu yang kita miliki dalam seharinya, dan bisa lebih dari itu. Ia menjadi disebut ibadah karena harus dilakukan dengan ikhlas dan -entah apa bahasanya- melepaskan harapan duniawi atas pekerjaan itu. Nah, inilah yang nantinya disebut pekerjaan yang berkah.
Keberkahan pekerjaan akan membawa pada penghidupan yang baik. Baik disini bukan berarti melulu soal gaji nan tinggi dan memangku jabatan. Tapi hasil pekerjaan tadi mampu memenuhi kebutuhan keluarga dengan hati yang tenang.
Menuruti pengalaman, bekerja semacam itu adalah hal tersulit yang harus saya jalani. Ketika kita tidak menyukai salah satu aspek dari sebuah pekerjaan, maka keseluruhan aspek pekerjaan tadi akan bernilai negatif. Selalu seperti itu. Mental kita melemah, kondisi emosional tidak stabil, kesehatan terganggu dan terakhir hubungan dengan sang pemberi rejeki pun terguncang. Saya tidak melebihkan hal ini. Percayalah, pekerjaan yang dibenci dan terus dijalani, akan menjadi bumerang suatu masa nanti. Entah masa depan yang esok hari, setahun lagi atau masa depan di akhirat, karena unsur ketidak ikhlasan di dunia yang bisa menjerumuskan kita masuk neraka.
Begitu hebatnya efek sebuah pekerjaan, memang sebaiknya kita harus mencari pekerjaan yang benar-benar sesuai dengan hati nurani. Dengarkan suara hati yang pertama kali tentang pekerjaan yang akan engkau ambil, itu adalah yang termurni dan merefleksikan masa depanmu.
Saya terlanjur mengambil pekerjaan yang tidak saya sukai. Bertahun saya mencoba untuk menyukai dan merasa ikhlas didalamnya, dan itu amat sulit. Bahkan di tahun kelima saya bekerja pun, saya masih terus belajar untuk ikhlas menerima konsekuensi apa yang saya pilih.
Menjalani pekerjaan yang tidak disukai juga membutuhkan banyak biaya untuk "pengobatan". Disini bukan soal obat yang dijual di apotik atau pergi ke dokter. Tapi merujuk pada kebutuhan batin kita yang terluka untuk mendapat pengobatan.
Tanpa kita sadari, pengobatan yang otomatis dilakukan oleh alam bawah sadar kita adalah menarik masuk orang lain untuk kita ajak berkeluh kesah, marah pada sesuatu sederhana, makanan berkolesterol, meminum alkohol yang terasa bisa mengguyur apapun yang sedang resah didalam sana, dan narkoba untuk melarikan diri sejenak.
Semua hal diatas membutuhkan uang, dan tidak akan membawa hasil satu butir pasir pun. Saya pernah tanpa sadar melakukan itu. Saat saya membenci pekerjaan saya, kemudian beberapa hubungan terganggu, saya menghabiskan banyak uang untuk bepergian dan membeli banyak benda untuk saya buang beberapa minggu kemudian. Dan memang tidak ada hasil apapun. Makin buruk keadaan kita, makin kita membutuhkan suara dan orang lain untuk mengendapkan luka yang terus ditimpa tadi.
Kemudian saya banyak berbicara pada banyak orang yang terasa mampu mengusir apa yang sakit dalam batin saya. Dan itu juga tidak efektif.
Saya berbicara pada Tuhan untuk meminta penjelasan pada apa yang sedang saya alami dan memohonNya dengan seluruh kekuatan saya untuk diberi keberanian menjalani atau pergi dari sini dengan banyaknya konsekuensi yang harus saya tanggung.
Itu juga belum bekerja dengan baik. Suatu hari saya bercakap dengan seorang teman pegawai negeri yang menurut pengakuannya gajinya amat rendah, dan lingkungan kerja yang amat buruk. Ia hanya berlaku ikhlas, meski itu juga masih ia pelajari. Ia menasehati untuk meniru langkahnya dalam menerima lingkungan dan kejadian dengan ikhlas.
Akhirnya kami bersama belajar untuk menerima atmosfer yang sedang diciptakan untuk kami. Saya sendiri tidak tahu apa yang sedang saya pelajari hari ini, dan terasa amat nyata bahwa batas kesabaran memang sudah nyaris tidak ada. Saya menjalani, kemudian mengumpulkan serpihan keinginan saya untuk dijadikan kekuatan saya menghadapi hari, dan yang terburuk adalah keinginan saya itu tidak pernah berkorelasi dengan pekerjaan saya.
Itu adalah sebuah cara saya untuk berani menghadapi hari. Benar kata Andrea Hirata. Siapapun harus punya mimpi, karena hanya dengan mimpi itulah kita berani menjalani hari.
Andai saya tidak punya mimpi untuk membangun usaha, membuat portal yang menyenangkan, mengumpulkan uang untuk investasi, membuat perpustakaan gratis, mungkin hari ini saya sudah ada di jalanan, menjadi pengamen. Dan melupakan rumah saya selamanya.
Mimpi adalah cara Tuhan menguatkan langkah. Mimpi adalah tanaman kecil dari Tuhan untuk membahagiakan manusia.
Bermimpilah, beranilah.
Maka saya juga amat sangat mendorong orang mencapai mimpi mereka. Apapun itu, kapanpun itu, bagaimanapun itu, meski harus menukar banyak hal. Karena hanya dengan itulah, kita bisa merasakan hidup, dan batin terobati. Kita menjadi sehat, dan hidup kembali.Jangan goyah waktu mimpimu pudar, itu hanya tertunda, kita tidak akan pernah mau kehabisan nafas karena memudarkan mimpi sendiri.

Bermimpilah, hiduplah. Get your God's jobs done.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar